Tuesday, October 31, 2017

Kumpulan Puisi X

Kumpulan Puisi X

Hambar
Tak enak mulut ini menyentuh apa saja
Tampak sama dengan rasa yang hambar
Karena sakit sedang asyik bermain di tubuh ini
Membuat selera yang patah mengempiskan badan yang memang tak gemuk
Tapi mulut harus dipaksa mengunyah walau rasa mengigil memukul
Agar hambarnya makanan itu lekas hilang selamanya.

Beranda Sanggar Pelangi, 2016. 


Hembusan Angin
Angin itu datang begitu lamban sekali
Seperti menari-nari melewati orang berkerumun
Liuk-liuk hembusan angin itu berirama bernyanyi di depan daun telinga
Wajah pun tampak riang sambil bersandar di batang pohon rindang
Menikmati semilir angin yang membuat lupa masalah di kepala.

Beranda Sanggar Pelangi, 2016. 


Turunkan Harga
Ketika bulan yang membuat nafsu menjadi liar
Ikut pula menyeret harga pangan merangkak naik
Itu membuat ada yang sengsara
Karena harga mahal itu ada banyak yang tak makan
Yang bisa membuat mereka hanya meringkuk sakit
Jadi turunkanlah harga.

Beranda Sanggar Pelangi, 2016.


Hampa
Ruang yang terasa ramai diisi oleh beragam warna
Terlihat juga ada canda, tawa, dan tangisan yang saling beradu
Diseru berbagai macam makhluk yang ada ekspresi di wajahnya
Tapi semua tampak jenuh terlihat oleh suatu kehampaan
Yang tetap merasa sendiri di tengah ramai terus beradu
Hingga kehampaan yang dirasakan.

Beranda Sanggar Pelangi, 2015. 


Asap
Dikatakan negeri yang penuh dengan hutan itu membahagiakan
Karena menghasilkan udara yang menyejukkan dada
Tapi dalam kenyataan yang tak pernah diinginkan
Hutan yang luasnya tak terpandang lagi
Perlahan diendus oleh api yang melahapnya tanpa henti
Asap berhamburan dari hutan yang katanya menyejukkan itu
Yang akhirnya asap-asap itu terus merangkak tanpa tahu kemana arahnya.

Beranda Sanggar Pelangi, 2015. 


Perahu Yang Melaut
Deru angin kadang dapat menjadi bencana dahsyat di tengah laut
Yang bisa menerbangkan air setinggi mata menatapnya
Laut yang jarang tenang itu sering diarungi oleh perahu-perahu
Dengan rasa takut yang tak lagi dihiraukan dimana berada
Untuk mengajak ikan beramai-ramai ikut merapat ke pantai
Demi hari esok dapat tetap cerah agar kembali bisa berlayar.

Beranda Sanggar Pelangi 2015. 


Harapan
Ada berjuta-juta harapan yang tertuang dalam doa
Doa yang dijeritkan dari tindakan yang tak pernah mengeluh
Tidak dengan merusak atau saling menganiaya
Untuk menunjukkan pada sang penguasa
Bahwa doa yang dilantunkan itu terselip harapan besar dari jutaan orang
Agar hidup dapat sejahtera dan jauh dari kesedihan.

Beranda Sanggar Pelangi, 2015.
Kumpulan Puisi IX

Kumpulan Puisi IX

Gemuruh
Kaki yang mulai meninggalkan jejak di rumah ini
Sedang berjalan menyusur dengan penuh asa dan cinta
Melewati awan-awan yang sedang bergemuruh di singgasananya
Mewanti-wanti yang punya kaki tadi semoga tidak tersambar
Yang melihatnya sangat penuh dengan kekhawatiran
Karena begitu inginnya ia melihat yang punya kaki itu kembali lagi
Duduk bersama di satu atap dalam senyum tanpa gemuruh

Beranda Sanggar Pelangi, 2015  


Di Ujung Fatamorgana
Sudah kepayang pikiran ini menantikannya
Setiap senja mulai tiba sudah berdiri jasad dan rindu ini di tepi dermaga
Menantikan ia datang menghampiri, menyapa, dan berbagai sapa
Tapi dalam tiap hari-hari yang dilalui tidak jua ia muncul
Yang membuat pikir ini pun seperti mengkhayalkannya tiba dan berkata:
“apa kabar.......”

Beranda Sanggar Pelangi, 2015  


Air Mahal di Negeri Ini
Negeri subur ini disebut-sebut airnya begitu nikmat rasa
Dapat menyejukkan dahaga dan bisa mengganjal lapar
Harganya pun sangat murah sekali dan mudah di temui
Tetapi itu hanya cerita dulu saat orang-orang belum pada rakus
Cerita sekarang air di negeri ini sulit ditemui dan bau
Harganya pun mahal-mahal yang tidak lagi ada yang gratis
Membuat yang hidup dalam kesusahan tidak lagi dapat merasakan
Air itu dapat menyejukkan dada yang teruk bekerja.

Beranda Sanggar Pelangi, 2015


Hedonis
Ada puluhan juta lebih rakyat Indonesia hidup dalam kemiskinan
Yang hari-harinya selalu dibanting oleh tajamnya panas dan kalutnya dingin malam
Tiada yang mereka harapkan kecuali esok masih bisa makan dan hidup
Tapi yang sedang duduk di kursi kebesaran pemerintahan
Suka berfoya-foya berbelanja hingga ke eropa sana
Entah itu pakai uang siapa dan untuk apa barangnya
Dan terkadang saat sedang mengkaji nasib rakyatnya bisa pula mereka tidur
Membuat makin miris saja bila raykat miskin itu tahu
Para pemimpinnya hidup bermewahan dan lupa dengan mereka.

Beranda Sanggar Pelangi, 2015  


Hadirmu
Ada suatu keceriaan melihat dikau hadir
Untuk  membuka jahitan sepi yang mengatup di bibir ini
Yang lama menjadikan gelap meredupkan terangnya cahaya di hati
Agar bisa senyum terus bersua walau hempasan angin menerpa
Karena engkau selalu membentenginya dari rapuhnya rasa yang mudah retak.

Beranda Sanggar Pelangi, 2016. 


Bakarlah Sesukamu
Tahu kalau hutan kita sudah mulai habis
Terus-terusan saja dibakar tanpa peduli paru-paru itu dicecoki asapnya
Segala upaya dibuat agar hutan bisa subur mencium langit yang tak berupa
Untuk menebarkan hawa-hawa penyambung nyawa bagi semua makhluk
Tapi apalah mau dikata lagi
Peduli itu kini dibalas tidak peduli apa-apa
Hanya bisa berkata saja
: Bakarlah sesukamu.

Beranda Sanggar Pelangi, 2016.

Monday, October 30, 2017

Kumpulan Puisi VIII

Kumpulan Puisi VIII

Diam
Kala kecil masih milik siapa saja
Diajarkan tentang meneguhkan kebenaran
Menjunjung sikap jujur yang tak boleh diingkari
Ditutup pula dengan kalimat sakti kepada yang masih kecil
Agar si kecil itu jadi takut untuk berbuat salah
Tapi saat tubuh kecilnya habis ditelan usia
Ia melihat betapa ajaran orang tuanya jauh berbeda
Seperti merubah sisi putih yang suci menjadi hitam pekat
Tak ada yang bisa diucapnya melihat itu semua
Hanya diam saja dengan terus mengingat wasiat orang tuanya.

Beranda Sanggar Pelangi, 2016. 


Malangnya Binatang Itu
Malangnya binatang di hutan lebat itu
Ditangkap untuk dibawa melihat kemilaunya kota
Mengurungnya dalam kerangkeng sampai serak suaranya terus menjerit
Tapi teman-temannya tak ada yang sanggup untuk melawan
Hanya pasrah melihat dari kejauhan di atas pohon
Sambil air matanya melinang larut merelakan yang dicintainya dirampas
Dibawanya binatang itu jauh meninggalkan hutannya
Ada yang untuk disantap oleh hatinya sudah mati
Ada pula yang merubahnya jadi patung untuk menghias rumah
Dan ada yang meletaknya dikandang hanya untuk bisa mendatangkan tawa
Melihat kelucuan dari binatang malang itu yang bertingkah
Padahal binatang itu hampir setengah mati ketakutan.

Beranda Sanggar Pelangi, 2016. 


Ganasnya Hidup
Tepat tengah malam saat purnama hadir sendiri
Terdengar deru suara yang saling meninggi
Dari kucing-kucing yang sedang berebut kuasa
Mengambil tindakan mencakar lawannya
Tanpa ampun dan peduli
Walaupun yang diajak beradu itu
Masih perlu asuhan indukannya lagi.

Beranda Sanggar Pelangi, 2016.


Ditikam 
Tak lagi ada kata yang bisa terucap
Kala sakit ini sudah merobek hati
Detak-detak nadi mulai pelan terdengar
Beriringan dengan nafas yang sayup terasa
Gemetar rasanya raga ini menahan dingin
Karena luka sana sini menghiasi jiwa
Yang terkena tikaman penyesalan
Dari masa yang telah berlalu lama.

Beranda Sanggar Pelangi, 2016.


Gelisah
Berdetak kencang jantung yang berselimut cemas
Menanti kedatangan orang yang dicintai di hari sakral ini
Melihat waktu sudah hampir dipenghujung batas
Belum ada tanda apapun dari suara kehadiran mereka
Sampai akhirnya ada yang memanggil dengan nada suara yang dikenal
Ketika menoleh gelisah itupun hilang sudah.

Beranda Sanggar Pelangi, 2016. 


Malam
Menghampiri malam sudah penuh rasa lelah
Menempa diri sejak matahari mencuci mukanya dengan asinnya air laut
Tak lagi bisa dirasakan apapun mengenai indahnya malam
Yang bukan hanya gelap dengan warna hitam saja menghiasinya
Tapi banyak rona lampu kerlap-kerlip bersinar dari atas gedung
Diiringi suara teramat bising yang diperoleh entah dari mana
Ah, ingin rasanya lelah ini tak selamanya diderita
Agar yang disebutkan tadi tentang malam
Bisa dirasakan juga.

Beranda Sanggar Pelangi, 2016.
Kumpulan Puisi VII

Kumpulan Puisi VII

Di Ujung Pengharapan
Malam selalu dibisukan oleh suara yang menakuti jiwa
Yang terselip dalam gempita gelapnya malam merangkak di dalam hati
Timbullah jeritan yang tak mengerti ditujukan untuk apa
Mungkin hanya ingin agar yang merangkak itu lekas hangus dibakar cahaya
Atau pun suara yang amat keras dialunkan pada tengah malam buta
Untuk menanti pengharapan yang hatinya dilanda putus asa.

Beranda Sanggar Pelangi, 2016. 


Melukis di Atas Air
Tak ada yang dipunya untuk menggambarkan semua ini
Tentang hamparan gerak gerik yang direkam mata renta
Inginya dapat dituangkan dalam sebuah kanvas dengan kuas yang dibubuhi seribu warna
Untuk menguraikan setiap pergerakan waktu dalam gambar yang rinci
Tapi yang tampak didepannya hanyalah air jernih yang teramat luas
Lalu senyumpun diayunkan sebagai gerakan awal untuk melukiskan semuanya
Di atas air.

Beranda Sanggar Pelangi, 2016. 


Memejamkan Mata
Sekedar rasa gundah yang meracau di kalbu ini
Saling melempar maksud agar raga semakin sukar mengarah telunjuk
Diampun menjadi pilihan sejenak menenangkan rasa gundah yang sulit terkendali
Dengan mata ikut dipejamkan untuk ikut menjadi penengah yang adil
Supaya bisa melerai kebingungan yang berkecamuk di dalam jiwa
Hingga raga yang mengambil sikap bukan untuk melempar salah pada siapapun.

Beranda Sanggar Pelangi, 2016. 


Di Ujung Senja
Dermaga yang ramai dikunjungi saat senja tiba
Ingin melihat sinar mentari perlahan redup untuk tidur
Dan menanti air berderu seperti ombak yang menampar bibir dermaga
Yang menimbulkan ada tawa yang sumringah terdengar dari celah bibir
Untuk juga menanti senja itu turut lenyap bersama matahari ditelan malam.

Beranda Sanggar Pelangi, 2015. 


Tersenyum
Selalu saja indah dilihat dari wajahnya
Yang tidak pernah menunjukkan raut yang kecewa dan marah
Selalu ada senyum yang terselip dari sunggingan wajahnya
Terlihat sendu yang begitu menawan hati bila terus memandanginya.

Beranda Sanggar Pelangi, 2015. 


Dalam Doa
Dalam sepanjang waktu yang tak pernah berhenti berputar
Selalu ada pinta yang dilantunkan oleh yang penuh yakin
Pinta yang dikatakan sebagai doa dibalut air mata
Disampaikan pada yang dipuja dengan sepenuh hati
Dan terus diucapkan sambil tangan di angkat untuk mengetuk langit
Tanpa mengindahkan malam yang semakin larut dilawan dengan doa.

Beranda Sanggar Pelangi, 2015.

Sunday, October 29, 2017

Kumpulan Puisi VI

Kumpulan Puisi VI

Di Jalan Raya
Di jalan raya banyak ditemui kendaraan yang melaju kencang
Kencang bagaikan jalanan itu seperti tidak ada yang memakainya
Selain kendaraan adapula orang-orang yang lalu lalang sambil mengetok kaca mobil
Dengan membawa bingkisan dalam ragam bentuk untuk dijajakan
Berharap bahwa di jalan raya ini akan membawa berkah melimpah
Sambil mengetok kaca mobil dan truk mereka bersuara
Demi sesuap nasi mengisi perut yang sudah sering lapar.

Beranda Sanggar Pelangi, 2015. 


Hanya Ingin Dianggap
Tak banyak yang diminta oleh rakyat jelata pada penguasanya
Hanya ingin mereka dianggap sebagai manusia yang butuh diayomi
Mengayomi dalam lapar yang selalu menakuti dibanding rasa kenyang
Dan juga untuk rumah, pendidikan, dan sosial yang ingin diangat
Dalam sebuah kata pada mengayomi mereka selalu meminta
Agar penguasanya lekas bangun dari mimpi yang melupakan rakyat.

Beranda Sanggar Pelangi, 2015. 


Di Sela Senja
Senja mengintip dalam balik celah-celah jendela kaca
Pada seorang pria yang lagi sibuk berdiam ucapan
Tangannya yang tak lagi diam mengucap kata-kata puitis
Menulis tentang kehidupan orang-orang yang pernah ia lihat
Sesekali wajahnya coba tersenyum dengan bibir yang disunggingkannya
Sewaktu dalam rona wajah yang agak lama juga tampak kesedihan yang dirautkan wajahnya
Tak ada yang pasti tahu apa yang sebenarnya pria itu tuliskan dalam imajinya
Sehingga senja yang hampir lenyap pun masih saja betah mengintipnya
Dibalik jendela dengan rasa yang bertanya-tanya.

Beranda Sanggar Pelangi, Agustus 2015. 


Melamun
Diam yang kulihat dari orang tua itu
Di depan rumahnya dengan teras batu yang sudah tampak tua juga
Ia duduk bersandar di sebuah bangku sambil memegang buku kecil yang tampak kusam
Ia tak berucap apa kecuali hanya mata yang berkata dengan memandang langit biru
Sekejap waktu yang tak lama wajahnya ditundukkan melihat tangannya yang memegang buku kecil
Raut wajahnya pun mulai berubah agak tersenyum dan itu tak lama setelah mukanya ditengadahkannya lagi ke langit biru
Sampai aku pergi meninggalkan lelaki tua yang aneh itu tetap seperti itu yang diperbuatnya
Dan ketika aku pun kembali dengan melewatinya tetap saja tingkahnya tak ingin beranjak dari kursi yang ada sandarannya itu.
Kalau aku boleh menduga dalam hati hanya berucap bahwa begitu beratnya yang dijalaninya sampai-sampai ia sering melamun.

Beranda Sanggar Pelangi, Agustus 2015. 


Kekeringan yang Menerpa Makhluk
Hujan... hujan... hujan
Doa yang paling sering dilantunkan bagi semua makhluk
Entah itu manusia, entah itu tumbuhan, entah itu pula binatang
Semua bermohon pada Tuhan agar lekas hujan diturunkan
Doa yang dihutarakan itu tercermin dari musim kemarau yang tak masih ingin pergi
Terus setiap hari memanasi tanah-tanah subur, tumbuhan yang hijau , dan binatang yang gemuk
Menjadi tanah yang gersang, tumbuhan yang layu, dan binatang yang kurus berbalut kulit saja.
Manusia-manusia pun menjadi kesulitan untuk memanen ladangnya karena sudah habis termakan kekeringan
Dan air-air untuk minum juga ikut menguap menjadi butir-butir awan yang entah kapan berubah jadi hujan kembali.
Doa dan usaha yang tak pernah putus dipesankan pada langit nan tinggi
Supaya tanah mereka dapat kembali subur tidak hanya untuk satu hari tetapi untuk sebulan, semusim, setahun, dan kalau boleh selamanya.

Beranda Sanggar Pelangi, Agustus 2015.  


Bukan si Peminta-minta
Lapar selalu bernyanyi dalam perutnya yang tidaklah gemuk
Ia bekerja dalam bentuk apa saja yang bisa dilakukannya
Untuk mendapatkan satu dua uang recehan buat mengganjal lapar di perutnya
Dalam sinar matahari dan beningnya bulan bercahaya tak pernah terpikir ia untuk istirahat
Walaupun badannya sudah tak sanggup lagi untuk bekerja keras
Ia pun istirahat walau hanya sebentar dan kembali bangun saat matahari hendak terbit
Untuk mengais rezeki dari tangannya yang masih bisa bekerja
Dan tak pernah terpikir dibenaknya untuk mengadu pada orang-orang yang punya uang
Karena ia bukan peminta-minta pada manusia dan hanya meminta pada Tuhan yang selalu melihatnya berusaha keras.

Beranda Sanggar Pelangi, Agustus 2015.

Saturday, October 28, 2017

Kumpulan Puisi V

Kumpulan Puisi V

Berteduh di bawah Pohon
Ada satu pohon tua yang teramat rimbun
Berdiri tegak seorang diri di tengah tanah yang tandus
Matahari yang perkasa pun tak sanggup melayukan satu daun saja
Itulah pohon keramat yang meneduhkan siapapun di bawah bayang-bayangnya
Ada banyak yang berteduh di balik dedaunan dan rantingnya
Ada tupai, burung, hingga manusia yang ikut berteduh di pohon itu
Berteduh dari ganasnya hidup yang bisa membuat tirus pipi
Dan hanya ingin beristirahat sejenak.

Beranda Sanggar Pelangi, 2016. 


Sialnya Engkau Tikus
Sialnya engkau tikus
Itu yang bisa dikatakan buatmu
Yang selalu ketakutan bersembunyi di balik selokan
Mengapa tidak?
Jikalau ada manusia disangka korupsi uang sesamanya
Engkaulah yang dihujani bahasa hujatan dari jutaan orang
Ada pula jalan yang dibuka untuk menyelundupkan apa saja
Untuk mengenyangkan perut yang tak pernah muak
Pun juga engkau yang disalahkan
Dengan istilah jalan tikus.
Ah, sudahlah, cukup sabar saja dikau wahai tikus
Tak usah mendendam sampai merugikan manusia
Dengan ikutan pula mencuri menyelinap pada senyap malam.

Beranda Sanggar Pelangi, 2016.


Bumi yang Gersang
Terlihat kemarau yang cukup panjang menyingsing
Tiada lagi hujan ingin meraba-raba daratan tempat orang-orang berpijak
Tanaman itu kini sudah diambang batasnya untuk meresap ke tanah
Dan orang-orang kebingungan mencari dimana tanah subur itu
Karena bumi sudah tampak gersang nan tandus
Akibat pohon-pohon itu hilang lupa untuk dikembalikan lagi.

Beranda Sanggar Pelangi, 2015


Sungai Tercemar
Negeri yang diikat oleh aliran sungai yang mengitarinya
Begitu membantu sesiapun yang ingin menggunakannya
Tapi tidak pada saat dimana sungai itu telah disiram oleh limbah
Melimpah ruah hingga sungai itu menjadi gembung
Dengan bau yang tidak mengenakkan untuk menciumnya
Hingga akhirnya tidak lagi ada satupun yang ingin menyentuhkan
Karena sungai-sungai di negeri ini sudah tercemar.

Beranda Sanggar Pelangi, 2015  


Dipeluk Bulan
Dalam kesepian yang mengitari malam yang hampa
Tanpa mengerti itu adalah perasaan saat keramaian sedang menghampiri
Yang terpikir tentang soal kerinduan yang tak kunjung terjawab
Dalam doa yang sendu saat malam sudah mulai larut
Mulut bergeming dan mata menengadah pada bulan yang bersinar
Untuk berharap dapat dipeluk erat oleh bulan.

Beranda Sanggar Pelangi, 2015  


Pada Ibu
Pada ibu yang begitu sayangnya pada buah hatinya
Merawat tanpa mengerti akan rasa lelah dan lupa istirahat
Dan mengecup penuh asa kening anaknya yang belum paham akan makna itu
Demi yang dicintai dapat tumbuh dalam senyuman dan kebaikan
Hingga sang ibu yang badannya sudah mulai renta ditelan usia
Masih saja merekah senyuman dan selalu ingin memeluk anaknya
Tanpa ingin melepaskannya sedetikpun.

Beranda Sanggar Pelangi, 2015
Kumpulan Puisi IV

Kumpulan Puisi IV

Banjir 
Banjir seperti kata yang terus menghantui orang-orang
Begitu takut sampai melihat hujan gerimis pun sudah siap-siap mengemas barang
Dengan membentengi rumah sampai memakai semen dan pasir
Ditambah saat hujan sudah mulai mengguyur lebat
Sungai-sungai mulai muntah karena begitu kenyang menelan air
Yang sebelumnya sungai itu telah banyak mengunyah sampah
Sampah yang dibuang oleh orang-orang yang takut pada banjir
Hingga sampai membuatnya tertidur lupa pada hujan.

Beranda Sanggar Pelangi, 2015. 


Emas Untuk Siapa?
Ada rupanya emas di tanah ini
Yang jumlahnya setinggi gunung dan sedalam lautan
Digali puluhan tahunpun belum jua tampak emas itu akan habis
Hingga pikiran melayang bahwa emas itu sebenarnya dapat mengkayakan rakyat
Rakyat yang tidak harus ada lagi lupa makan dan meminta-minta di jalan
Sampai akhirnya terpikir dalam kalbu mengenai emas itu
: Untuk Siapakah Emas itu?

Beranda Sanggar Pelangi, 2015. 


Ikan Mati
Ramai suara yang saling berteriak dimana-mana
Bahwa tercium bau amis yang teramat busuk dari sungai
Sungai yang biasanya dipakai untuk apa saja oleh manusia
Kini dibanjiri oleh ikan yang pada mati hingga jutaan
Entah apa yang salah pada sungai itu
Apakah ia sudah tua hingga tak mampu lagi menyaring racun
Hingga sampai ikan yang ada dipangkuannya ikut mati semua.

Beranda Sanggar Pelangi, 2015.


Umbar Janji
Janji yang manis begitu mudahnya terucap dari mulut
Untuk menarik hati para yang memiliki kuasa menentukan nasib
Dengan menjanjikan semua akan kaya dan tidak lagi ada yang sengsara
Siapapun turut senang mendengarnya sampai lupa untuk kritis
Hingga sampai melenakannya bahwa yang mengumbar janji itu dapat berbohong
Seperti cerita yang sudah lampau.

Beranda Sanggar Pelangi, 2015.


Belenggu Mimpi
Mimpi-mimpi indah hanya sebatas dongeng cerita
Tak pernah menyisip dalam nyenyaknya tidur pada yang lelah
Selalu mimpi yang muncul penuh dengan trategi yang membuat keringat terasa dingin
Menakutkan untuk diceritakan kepada yang coba mengungkitnya
Tak pelak mimpi itu ikut membayangi hari menjadi kelabu tanpa warna
Seperti membelenggu dengan rasa yang sangat menyesakkan.

Beranda Sanggar Pelangi, 2016. 


Mata Air Mengering
Mata air yang digunakan oleh orang banyak sudah mulai mengering
Hanya tersisa sedikit air dengan tidak lagi ada air yang memancar
Orang-orang yang mengitari mata air menjadi bermuka muram
Karena mata air itu tak akan cukup untuk mengaliri semua
Yang menjadikan orang-orang itu berebut untuk mengurasnya
Hingga tampak keruh dan air nya pun habis mengering.

Beranda Sanggar Pelangi, 2016.


Mengukir Kisah
Abadi dalam kisah adalah yang menjadi dambaan
Sebab raga tidak selamanya mampu memeluk erat roh yang bersamanya
Dalam mengukir keabadian untuk bisa dikenang lebih lama dari usia
Menorehkannya dengan beribu cara yang dipenuhi rasa takjub
Untuk mengukir kisah biar abadi menyatu dalam waktu.

Beranda Sanggar Pelangi, 2016. 


Sekedar Kenyang   
Hidup yang selalu diterpa kegelisahan
Menjadikan malam dan siang tempat untuk menambang apa saja
Dengan galian yang tak pernah merasa cukup dalam sekali
Membuat jerih payah terkadang hanya berbuah pada keringat
Yang ditukarkan dengan sedikit recehan penuh arti
Untuk bisa dibelikan pada makanan dan minum
Agar dapat mengisi perut walaupun hanya sekedar kenyang.

Beranda Sanggar Pelangi, 2016.
Kumpulan Puisi III

Kumpulan Puisi III

Api Bersemayam di Hutan
Sulit sekali mengusir api dari hutan yang tampak hijau
Api itu membakar apa saja yang hidup di hutan hingga tersisa satu atau dua saja
Yang tampak hanya kepulan asap yang membumbung ke angkasa
Di tambah warna merah yang menari-nari di pentas hutan itu
Tanpa pernah bisa untuk dipadamkan oleh air yang menghimpitnya
Sehingga terlihat hutan itu disemayami oleh api yang perkasa.

Beranda Sanggar Pelangi, 2016.


Disengat Panas
Mencari dimana tempat yang redup dari cahaya yang begitu menyilaukan
Ingin menghindari cahaya dibalut rasa panas yang dapat menyengat
Sengatan yang dapat membuat lelah cepat datang mendera
Membuat yang tak kuat cepat bersembunyi dari sengatan panas itu
Dan meminta biar hujan lekas turun untuk meredamnya.

Beranda Sanggar Pelangi, 2016.


Rapuh
Perasaan yang begitu tidak bisa berpura-pura
Seperti lakon dengan dua wajah yang menggunakan topeng
Jujur dalam ungkapan setiap lafaz kata yang disampaikan
Ingin setiap yang disapanya dapat jujur dalam mengungkap maksud
Karena hatinya yang penuh dengan perasaan begitu rapuh
Yang dapat sewaktu-waktu hancur dan menumpahkan air mata yang ditampungnya.

Beranda Sanggar Pelangi, 2016.


Asap Mengepung Kami
Hutan yang luasnya ribuan hektar di tanah subur ini
Tapak demi tapak perlahan ludes dilindas oleh api yang melahapnya
Api menelan hutan seperti orang yang kelaparan
Mengeluarkan asap yang tersebar kepenjuru arah
Asap-asap itu pun menjadi hantu yang menakuti kami setiap waktu
Dengan rasa takut yang dapat membuat mata kami kabur melihat arah
Dan rongga dada kami menjadi menyempit dan kempes
Sepertinya kami akan mengidap banyak penyakit yang akan membunuh kami
Hingga kami berpikir kenapa asap ini sampai ada dan terhirup hidung kami.

Beranda Sanggar Pelangi, 2015.


Merenung Untuk Rakyat
Dalam susahnya ada jutaan rakyat hidup berusaha agar tetap hidup
Agar tidak terlindas bersama zaman yang sudah menipis kepeduliannya
Rakyat-rakyat itu bukan hidup sendiri di tanah pertiwi ini
Dan ada pemimpin yang selalu merangkul untuk meneduhkan kesusahan mereka
Perlu perenungan memahmi derita dari rakyat yang tak pernah menunjukkan tangisnya
Untuk menjernihkan hati para pemimpin yang selalu bimbang berbuat pada rakyat
Hingga dalam kebijakan yang dipegang pemimpin ada kebaikan
Demi dapat menghapus debu yang menggelapkan wajah rakyat.

Beranda Sanggar Pelangi, 2015.


Satu Atap
Pada satu rumah yang ditopang oleh atap daun kelapa kering
Meneduhkan satu keluarga yang hidup bernaung di bawah atap
Atap yang sudah mulai lapuk sangat rentan ditembus tajamnya hujan malam
Kala larut malam yang mendung mengkrangkeng bulan untuk bercahaya
Air-air dari atas langit jatuh dengan deras masuk tanpa izin dari sela-sela atap yang lapuk
Lantai-lantai yang sudah mulai retakpun menjadi basah dan menyentakkan tidurnya mereka
Satu keluarga itupun bergegas menutup lobang di atap yang telah tua
Dan menampung air itu agar tak sampai menyentuh tempat mereka beristirahat
Atap yang telah ujur itu tampak begitu mengharukan
Tetap menyatukan dalam bahu membahu pada satu keluarga
Agar terus bisa bernaung di satu atap hingga asa memudar.

Beranda Sanggar Pelangi, 2015.
Kumpulan Puisi II

Kumpulan Puisi II

Akhir Juli
Berdentang waktu yang mengakhiri bulan hujan ini
Itu adalah bulan Juli yang hari-harinya dihiasi rintikan hujan
Turun menghanyutkan jiwa-jiwa yang telah lama dirundung sedih
Menambali seakan sayup air mata tiada lagi dapat berhenti
Bersama Juli yang akan tenggelam
Menunggu bulan yang baru.
2016.


Memutar Waktu
Sesal sedang memenjarakan diri dalam kelabu
Seakan hari esok adalah hukuman yang tak berujung
Membuat diri hanya duduk membisu dengan raut satu wajah
Sedih
Dalam menatapi hari-hari yang dihiasi masih pada penyesalan
Ada satu keinginan dalam hati untuk bisa keluar dari jeruji ini
Agar dapat merubahnya dihari ini akan menjadi baik lagi
Dengan memutar waktu pergi kemasa lalu.
2016.


Dikecup
Sekuntum mawar yang merahnya telah merona
Lama dirawat dengan curahan kasih sebagai pupuknya
Memanjakannya dengan senyum selalu dihadirkan setiap paginya
Sambil bersiul-siul pula diselingi kata dengan irama nyanyian
Dan pada malam yang telah larut meminta mawar itu tak lama terjaga
Dengan mengecupnya sebagai tanda esok telah menunggunya.
2016.


Alam, Maafkan . . .
Alam yang diselimuti deraian air mata
Sedih dikau meradang disakitin bertubi-tubi
Tiada ada waktu buat mu untuk bisa melepas tawa
Sampai akhirnya engkau pun marah sejadi-jadinya
Tumpah semua yang dikandung rahim bijaksana mu
Dalam luapan amarah yang siapapun tidak bisa menahannya
Meninggalkan bekas sedih pula yang menjalar kemana-mana
Oh alam berhentilah marah
Maafkanlah kebodohan orang-orang yang mencederaimu
Agar semua paham engkau pun butuh dilindungi.

Beranda Sanggar Pelangi, 2016.


Diselimuti Dingin
Tak lagi ada ucapan yang meluncur dari dua katub mulut ini
Yang sudah saling terkatub rapat dijahit dinginya suasana
Mata, bibir, hingga tangan dan kaki pun ikut bergetar
Bukan takut atau sakit tapi digelimangi bongkahan kesunyian yang membeku
Alhasil sekujur tubuhpun menjadi hanya duduk terdiam
Sambil berselimutkan dingin menanti ada cahaya yang melapisinya.

Beranda Sanggar Pelangi, 2016.


Sinabung
Gemuruh selalu terdengar dari kawah yang tak pernah tidur
Disambut goncangan yang membangkitkan jeritan orang-orang
Dari sebuah gunung yang dulunya dimukimi orang yang hidup
Sejak kawah itu menghembuskan deruan awas panas
Siapapun entah manusia maupun jin lari ketakutan
Menghindar sejauh kaki sanggup melangkah
Tinggal dalam kerumunan yang nasibnya sama
Sembari berdoa kesemua arah kiblat
Meminta pada Yang Kuasa
Untuk mendamaikan hati Sinabung yang kalut.

Beranda Sanggar Pelangi, 2016.


Perempatan Lampu Merah
Diperempatan lampu merah ada banyak sekali tontonan
Dari gejolak sosial yang hampir hilang dilupakan
Disitu ada senyum sumringah dalam kilauan sedih
Tiada yang bisa menyangkanya abadi mereka disana
Mereka yang hidup mencari nafkah di perempatan lampu merah
Harus dikelilingi rasa takut dikejar hingga ke lubang semut.

Beranda Sanggar Pelangi, 2016.
Kumpulan Puisi 1

Kumpulan Puisi 1

Air Mata
Menengadah kedua tangan ini setiap malam
Saat tiada suara lagi yang terdengar telinga
Dikala malam dideru hawa yang membekukan niat
Tergerak hati ingin mengadu pada Yang Kuasa
Menyampaiakan segenap maksud yang tak sanggup dikabulkan makhluk
Dengan rintih suara yang gemetar
Air mata pun perlahan jatuh menghempas bumi
Untuk meminta pada Nya
: Damaikanlah hati kami dari segala murka amarah.

Beranda Sanggar Pelangi, 2016. 


Dimana Air itu?
Tak lagi ada air ludah yang bisa ditelan
Kala haus sudah mengeringkan kerongkongan dan mulut
Yang lelah berjalan dengan membawa kendi kosong
Menacari air yang telah lama hilang dari sumur
Terpaksa puluhan kilometer dilalui dengan rasa harap
Harap menanti akan menemukan air bersih
Yang bisa dibawa pulang untuk keluarga.

Beranda Sanggar Pelangi, 2016.


Linangan
Berlinang air mata itu dari mereka yang letih dengan kesengsaraan
Yang setiap hari tetap terus bekerja sampai tak tahu kapan beristirahat
Letih yang teramat membuat keringat tak henti turun membahasi baju
Dan tak sekalipun jua mereka marah dengan keadaan
Walau air mata itu terus menetes jatuh mencium tanah yang kering
Harap ada nurani yang tumbuh subur untuk mereka bisa tuai kelak.

Beranda Sanggar Pelangi, 2015 


Pandai
Orang pandai teramat banyak di negeri ini
Pandai dengan kepandaiannya untuk mengibuli orang yang tak pandai
Demi bisa dapat menguras apa saja dari kehampaan pengetahuan yang tak pandai
Telah lama sudah kejadian ini dipermainkan sampai tak ada yang peduli
Mungkin menunggu saja yang dikibuli itu lekas pandai
Dan tak ikut-ikutan pula mempermainkan orang-orang yang lupa menimba ilmu.

Beranda Sanggar Pelangi, 2015.


Subur yang Hampa
Tak ada yang berani berkata negeri ini tandus tanahnya
Karena katanya biji cabe yang dibuang dari mulut pun bisa cepat tumbuh di tanah ini
Terpikir betapa suburnya negeri ini yang bisa membuat kenyang semua rakyatnya
Tidak lagi harus melihat rakyat berjalan amat jauh hingga ke negeri tandus berpasir
Demi mencari apa yang bisa membuat sejahtera hidupnya
Yang tak lagi terpandang suburnya tanah di negeri ini
Hingga dikira ini hanya sebuah kehampaan.

Beranda Sanggar Pelangi, 2015.


Sinar Lampu di Kota Saja
Sudah lama sinar lampu ada menerangi pekatnya hitam malam
Yang berada di tiap-tiap rumah dan gedung yang mencongkel lubang langit
Terangnya hingga angkasa yang hitam pun ikut kebagian cahaya
Tapi sepertinya sinar lampu itu marak hanya di kota-kota
Dan belum terjamah ke pelosok desa yang sama mintanya
Ingin bisa memandang malam jauh lebih lama ketika melihat matahari bersinar.

Beranda Sanggar Pelangi, 2015.

Anomali Kenaikan Harga Sembako

Kenaikan harga sembilan bahan pokok atau sembako pada menjelang dan memasuki hari besar keagamaan seringnya tidak bisa terelakkan lagi. Terjadinya kenaikan harga pada sembako sudah menjadi rutinitas tahunan yang mesti dihadapi oleh pemerintah dan masyarakat. Tapi dengan terus merangkak naiknya harga sembako tersebut bukanlah sesuatu yang selalu dianggap wajar ataupun normal. Melainkan telah terjadi semacam anomali yang perlu disikapi agar harga sembako dapat terkendali dan mampu dijangkau oleh segala lapisan masyarakat.

Anomali yang dimunculkan melalui terus naiknya harga pada sembako bukan dikarenakan dari tingginya permintaan yang berasal dari masyarakat. Tapi juga disokong beragam masalah yang turut andil menjadi penyebabnya yakni adanya indikasi penimbunan, gagal panen, hingga terlalu bergantungnya dengan impor sembako dari luar negeri. Adanya faktor-faktor yang menjadi penyebab harga pada sembako naik membuat masyarakat sering kelimpungan dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Gambar: Bahan Pokok Makanan
Disamping itu pada beberapa waktu lalu sebelum memasuki bulan suci Ramadhan telah terjadi kenaikan harga pada hampir semua jenis kebutuhan pokok masyarakat. Adapun sembako yang sempat mengalami kenaikan harga ialah bawang merah, gula pasir, cabai, sampai dengan daging sapi. Disinyalir juga bahwa kenaikan harga tersebut tidak hanya berhenti pada awal-awal bulan Ramadhan saja melainkan berlanjut hingga memasuki hari raya Idul Fitri. Tentunya dampaknya bisa menyebabkan daya beli masyarakat turun bila harga dari masing-masing sembako belum menunjukkan akan mengalami penurunan harga.

Adapun usaha pemerintah dalam meredam harga sembako yang melambung tinggi seringnya didominasi dengan kebijakan operasi pasar murah. Dalam jangka waktu yang singkat operasi pasar memiliki dampak yang sangat bagus untuk memicu daya beli masyarakat kembali bergairah dengan harga yang terjangkau. Tapi hanya dengan mengandalkan operasi pasar saja tidak akan memberikan pengaruh yang signifikan dalam menormalkan harga sembako kembali yang sempat naik dalam jangka waktu panjang. Maka dari itu perlu juga bagi pemerintah dapat mengambil sikap untuk mengeluarkan beragam kebijakan yang terkait dengan keluarga yang dinafkahi.

Untuk itu agar ketidakwajaran harga sembako dapat juga dengan menelisik alur distribusi yang dimulai dari produsen hingga ke pasar tradisional maupun modern. Telisik yang diperlukan pada lajur distribusi sembako untuk sampai ke pasar-pasar ialah menyangkut dengan rantai distribusi yang diperlukan dalam menyalurkan bahan sembako. Logikanya bila alur distribusi yang dibutuhkan untuk memasarkan bahan sembako mulai dari petani atau pabrikan hingga sampai ke pasar terlalu panjang maka hal tersebut dapat menambah beban biaya yang semakin besar yang alhasil harga bahan pokok pun tidak bisa ditekan menjadi stabil.

Begitu juga dengan adanya indikasi penimbunan yang dilakukan oleh oknum pedagang nakal yang dengan sengaja banyak menahan pasokan sembako untuk tidak dijual ke pasar. Hal ini secara alami bisa menyebabkan harga naik dengan tidak wajar yang membuat masyarakat juga lah yang harus menanggungnya. Karenanya pada bulan Ramadhan di tahun ini membuat Polri harus melakukan koordinasi dengan berbagai pihak agar bisa menghalau tindakan penimbunan yang sangat rawan terjadi di seluruh daerah di Indonesia.

Ini juga perlu mengambil sikap dari Bulog melalui Kementerian Pertanian agar lebih memperhatikan kondisi yang ada pada petani. Biasanya kalau petani sedang mengalami masa panen melimpah langsung dijual ke tengkulak dengan harga yang terlampau murah. Untuk itu Kementerian Pertanian melalui Bulog dapat membeli hasil tani dari para petani. Tujuannya adalah agar petani yang hasil taninya dibeli oleh Bulog bisa mendapatkan harga yang wajar atau tidak terlampau rendah atau juga terlalu tinggi. Dengan Bulog dapat mengambil perannya yang membeli dan menjualkan kembali hasil tani bisa menjaga keseimbangan harga sembako di pasar-pasar.

Sama halnya dengan ketergantungan negara kita terhadap impor bahan pangan yang selalu terbentur pada nilai tukar rupiah. Bila kondisi nilai tukar rupiah sedang anjlok terhadap dolar Amerika hanya menyebabkan harga bahan sembako impor tersebut sulit untuk dijual murah walaupun persediaannya berlebihan atau surplus. Apalagi hampir semua jenis komoditi termasuk beras yang ada di pasar-pasar merupakan impor dari berbagai negara Asia dan Eropa.

Selain itu juga, dengan semakin sulitnya masyarakat membeli beragam jenis sembako yang harganya tidak kunjung turun hanya akan menimbulkan pertambahan jumlah kemiskinan bisa sangat rentan terjadi. Untuk itu dengan adanya fenomena yang tak wajar terkait kenaikan harga bahan pangan atau sembako diharapkan pula pada pemerintah pusat dan daerah dapat berperan besar untuk memajukan ekonomi bangsa dengan blusukan

Oleh karenanya dengan mengetahui bahwa sembako merupakan kebutuhan primer bagi manusia secara luas, alangkah baiknya bila harganya bisa dijaga dengan stabil. Tapi sepertinya itu hanya akan menjadikan kenyataan bilamana anomali yang menimpa harga bahan sembako sulit untuk dikendalikan. Maka dari itu berdasarkan hemat penulis perlu adanya keseriusan bagi pemerintah pusat dan daerah beserta para pelaku usaha agar harga sembako dapat lebih stabil walaupun sedang berada di depan gerbang hari besar keagamaan.

Tuesday, October 17, 2017

Mengenal Wortel Sebagai Pakan Burung Ocehan

 Berbicara tentang jenis makanan burung ocehan yang berasal dari tumbuhan mungkin yang terbesit dibenak kita hanyalah pisang, pepaya, jeruk, ataupun sayur sawi. Hal ini dikarenakan kandungan nutrisi yang terdapat pada jenis pakan tersebut tergolong cukup banyak dan memberikan beragam khasiat yang baik menjaga kesehatan burung ocehan. Hanya saja, jenis pakan yang berasal dari tumbuhan untuk burung ocehan tergolong cukup banyak dengan kandungan nutrisi dan khasiat yang hampir sama. Dan salah satunya adalah tanaman Wortel.

Wortel termasuk salah satu jenis tanaman sayuran yang cukup banyak digemari orang-orang diberbagai negara termasuk Indonesia. Kegemaran orang-orang terhadap Wortel dikarenakan khasiatnya yang dapat menjaga kesehatan mata. Selain itu, orang-orang yang mengkonsumsi Wortel tidak hanya dengan memasakkan bersama jenis sayuran lainnya tapi juga bisa dimakan langsung ataupun di jus terlebih dahulu. Akan tetapi khasiat Wortel yang bisa dirasakan orang-orang sebenarnya cukup banyak yang di antaranya adalah mampu memperlama penuaan, menyehatkan kulit, mencegah stroke, menjaga kesehatan gigi dan gusi, mengatasi kolestrol, dan mengatasi sembelit di saluran pencernaan.
Gambar: Wortel
Adapun kandungan nutrisi yang perlu diketahui dari Wortel tergolong cukup banyak yang meliputi Vitamin (A, B1, B2, B3, B6, B9, dan C), Kalsium, Zat Besi, Magnesium, Fosfor, Kalium, dan Sodium. Beragamnya kandungan nutrisi yang terdapat pada Wortel tentunya tidak hanya baik dikonsumsi manusia tapi juga beraneka jenis hewan termasuk di antaranya burung ocehan. Pemberian Wortel unutk dimakan burung ocehan sudah lama dikenal para penghobies yang berada di luar negeri maupun disini. Hal ini tak terlepas dari khasiat yang dimilikinya dapat membuat burung ocehan memiliki corak warna bulu yang semakin terang dan tidak mudah kusam. Selain itu, burung ocehan yang mengkonsumsi Wortel juga akan berkhasiat dalam menjaga kesehatan matanya agar tidak mudah sakit ataupun rabun yang dapat mengganggu penglihatannya.

Disamping itu, burung ocehan yang umumnya memakan Wortel biasanya adalah pemakan tumbuhan seperti Lovebird ataupun Kenari. Wortel yang disajikan tidak hanya diberikan secara langsung dengan memotongnya kecil-kecil terlebih dahulu. Akan tetapi cara pemberian tanaman berwarna oranye ini juga dapat dilakukan dengan memasaknya dahulu hingga kontur dagingnya terasa lebih lembut dan memudahkan burung mengunyahnya. Selain itu, agar burung ocehan tidak bosan mengkonsumsi Wortel sering-sering dapat mengubahnya menjadi tepung halus agar bisa dicampurkan dengan jenis pakan lain seperti voer. Hanya saja, sebelum memberikan Wortel secara langsung ataupun mengolahnya menjadi tepung ada baiknya dapat mencucinya hingga tidak ada serpihan tanah atau debu yang menempel dibagian kulitnya.

Yup, itulah ulasan terkait Wortel yang merupakan salah satu jenis tanaman yang cukup banyak dikonsumsi orang-orang dan juga burung ocehan. Untuk itu dengan membaca artikel ini sampai tuntas dapat menambah wawasan terkait ragam jenis pakan yang bisa dikonsumsi burung ocehan. Karenanya bila Anda memiliki burung ocehan pemakan tumbuhan maka dapat diberikan Wortel baik itu sebagai pakan harian maupun tambahan yang dicampur bersama jenis buah ataupun sayuran lainnya. okey.

Referensi Tulisan:
http://www.budidayakenari.com/2015/04/manfaat-wortel-untuk-kenari.html
https://omkicau.com/2015/02/08/membuat-tepung-wortel-untuk-semua-jenis-burung-peliharaan/2/

Sumber Gambar:
https://pixabay.com/en/carrot-juice-juice-carrots-1623157/