Di era globalisasi ini peran lembaga keuangan sudah sangat melekat dalam aktivitas ekonomi masyarakat. Dan dapat dikatakan bahwa hampir sebagian besar masyarakat di seluruh Indonesia sudah sering atau paling tidak telah pernah terlibat menggunakan lembaga keuangan yang ada. Disamping itu juga lembaga keuangan yang saat ini telah terus berkembang terbagi ke dalam dua sistem yakni sistem konvensional dan syariah. Pada perjalanan lembaga keuangan konvensional telah lama ada di Indonesia bahkan sebelum negara ini berhasil merebut kemerdekaannya. Sedangkan lembaga keuangan syariah dapat disebut mulai berkembang pesat pada menjelang memasuki tahun 2000-an. Sehingga tentunya masyarakat masih banyak yang belum mengetahui tentang keberadaan lembaga keuangan syariah.
Lembaga keuangan syariah dalam perjalanannya di Indonesia terbilang masih muda yang awal mulanya dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia tahun 1991 dan selanjutnya bermunculan lembaga-lembaga keuangan syariah baru yang tidak hanya bank saja. Adapun lembaga keuangan syariah yang beroperasi di sektor bukan bank meliputi pasar modal syariah, asuransi syariah, reksa dana syariah, dan lainnya yang umumnya ada di lembaga keuangan konvensional. Bermunculannya lembaga keuangan syariah di tanah air menjadi harapan untuk bisa mengajak semua lapisan masyarakat agar dapat terlibat dalam mengembangkan lembaga keuangan syariah. Akan tetapi banyak dari masyarakat yang melihat kehadiran lembaga keuangan syariah baik di sektor perbankan maupun non bank kurang begitu mengerti sistem operasionalnya.
Hal ini bisa diperjelas dari rata-rata market share lembaga keuangan syariah yang ada di dalam perbankan maunpun bukan bank hanya sekitar 4,7 % yang menandakan belum semua masyarakat menggunakan berbagai lembaga keuangan yang berprinsip syariah. Walaupun memang dalam perjalanannya lembaga keuangan syariah yang hampir berumur dua dekade di Indonesia dengan rata-rata pertumbuhan setiap tahunnya sekitar 40 % (okezone.com/18/11/2015). Bukan berarti dari segi nasabah lembaga keuangan syariah secara keseluruhan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan yang konvensional. Sedari itu perlunya adanya pendekatan yang lebih lagi terhadap masyarakat untuk bisa mengenal lembaga keuangan syariah dan bersedia menggunakannya dalam aktivitas ekonominya.
Masih banyaknya masyarakat yang begitu awam dengan ekonomi syariah yang diterapkan di lembaga keuangan seringkali menjadi kendala yang tampaknya bersifat klasik dan berlangsung dari dulu hingga saat ini. Karenanya ini menjadi tantangan bagi pihak lembaga keuangan syariah untuk bisa menjelaskan secara lugas dan terperinci dengan tingkat pemahaman masyarakat yang berbeda-beda agar dapat memahaminya dan tidak salah kaprah. Sebab dalam banyak kasus dilapangan seringkali masih terdapat opini di tengah-tengah masyarakat bahwa lembaga keuangan syariah dan konvensional dalam menjalankan operasinya dapat dikatakan tidak berbeda atau sama saja. Yang padahal tentu saja jauh berbeda antara lembaga keuangan syariah dan konvensional yang bisa dilihat dari sisi cara penghimpunan dana, penyaluran dana, cara pengawasan, dan penyelesaian sengketa di lembaga keuangan syariah.
Disamping keterlibatan dari pihak lembaga keuangan syariah yang secara langsung harus memberikan edukasi terhadap masyarakat untuk mengenalkan ekonomi syariah di lembaga keuangan tentunya ada pihak lain yang secara tidak langsung pun terlibat. Ekonomi syariah yang diaplikasikan di berbagai lembaga keuangan sudah menjadi bahan diskusi dan pembelajaran di berbagai civitas akademi baik di tingkat sekolah menengah atas hingga perguruan tinggi. Terlebih lagi untuk perguruan tinggi yang saat ini hampir di seluruh kampus sudah membuka prodi ekonomi Islam dan sudah banyak alumni yang mendapat didikan dari perguruan tinggi. Sehingga secara tidak langsung peran tenaga pendidik baik itu guru ataupun dosen hingga para siswa dan mahasiswa mendapatkan tugas untuk ikut terlibat dalam mengenalkan ekonomi syariah yang ada di masyarakat.
Apalagi menurut tokoh ekonomi Islam asal Indonesia yakni Adiwarman A. Karim yang berpendapat bahwa terdapat empat tipe masyarakat yang ada di Indonesia dalam menyikapi kehadiran lembaga keuangan syariah yang di antaranya adalah melihat mana yang lebih murah dalam memberikan pembiayaan, melihat lembaga keuangan mana yang bersedia memberika benefit yang menjanjikan, cenderung memetingkan keadilan yang ada di lembaga keuangan, dan yang tipe terakhir hanya ingin memakai lembaga keuangan syariah (TV One/13/04/2015).
Akan tetapi dari tiga tipe masyarakat yang disampaikan Adiwarman Karim tersebut umumnya yang paling sering di jumpai di masyarakat adalah tipe yang pertama dan kedua. Hal ini bisa dikarenakan telah begitu lamanya masyarakat kita berjibaku dalam sistem ekonomi konvensional yang lebih mementingkan keuntungan semata dibandingkan dengan harus melihat prinsip ekonomi yang dipakai. Sehingga untuk bisa mengenalkan lembaga keuangan syariah ke tengah-tengah masyarakat perlu mendapatkan sokongan dari berbagai pihak yang tidak hanya melibatkan lembaga keuangan syariah saja. Yang dampaknya nanti tentunya akan semakin banyaknya masyarakat yang menggunakan lembaga keuangan syariah dalam aktivitas ekonominya untuk bisa mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi masyarakat agar lebih sejahtera.
Lembaga keuangan syariah dalam perjalanannya di Indonesia terbilang masih muda yang awal mulanya dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia tahun 1991 dan selanjutnya bermunculan lembaga-lembaga keuangan syariah baru yang tidak hanya bank saja. Adapun lembaga keuangan syariah yang beroperasi di sektor bukan bank meliputi pasar modal syariah, asuransi syariah, reksa dana syariah, dan lainnya yang umumnya ada di lembaga keuangan konvensional. Bermunculannya lembaga keuangan syariah di tanah air menjadi harapan untuk bisa mengajak semua lapisan masyarakat agar dapat terlibat dalam mengembangkan lembaga keuangan syariah. Akan tetapi banyak dari masyarakat yang melihat kehadiran lembaga keuangan syariah baik di sektor perbankan maupun non bank kurang begitu mengerti sistem operasionalnya.
Hal ini bisa diperjelas dari rata-rata market share lembaga keuangan syariah yang ada di dalam perbankan maunpun bukan bank hanya sekitar 4,7 % yang menandakan belum semua masyarakat menggunakan berbagai lembaga keuangan yang berprinsip syariah. Walaupun memang dalam perjalanannya lembaga keuangan syariah yang hampir berumur dua dekade di Indonesia dengan rata-rata pertumbuhan setiap tahunnya sekitar 40 % (okezone.com/18/11/2015). Bukan berarti dari segi nasabah lembaga keuangan syariah secara keseluruhan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan yang konvensional. Sedari itu perlunya adanya pendekatan yang lebih lagi terhadap masyarakat untuk bisa mengenal lembaga keuangan syariah dan bersedia menggunakannya dalam aktivitas ekonominya.
Masih banyaknya masyarakat yang begitu awam dengan ekonomi syariah yang diterapkan di lembaga keuangan seringkali menjadi kendala yang tampaknya bersifat klasik dan berlangsung dari dulu hingga saat ini. Karenanya ini menjadi tantangan bagi pihak lembaga keuangan syariah untuk bisa menjelaskan secara lugas dan terperinci dengan tingkat pemahaman masyarakat yang berbeda-beda agar dapat memahaminya dan tidak salah kaprah. Sebab dalam banyak kasus dilapangan seringkali masih terdapat opini di tengah-tengah masyarakat bahwa lembaga keuangan syariah dan konvensional dalam menjalankan operasinya dapat dikatakan tidak berbeda atau sama saja. Yang padahal tentu saja jauh berbeda antara lembaga keuangan syariah dan konvensional yang bisa dilihat dari sisi cara penghimpunan dana, penyaluran dana, cara pengawasan, dan penyelesaian sengketa di lembaga keuangan syariah.
Disamping keterlibatan dari pihak lembaga keuangan syariah yang secara langsung harus memberikan edukasi terhadap masyarakat untuk mengenalkan ekonomi syariah di lembaga keuangan tentunya ada pihak lain yang secara tidak langsung pun terlibat. Ekonomi syariah yang diaplikasikan di berbagai lembaga keuangan sudah menjadi bahan diskusi dan pembelajaran di berbagai civitas akademi baik di tingkat sekolah menengah atas hingga perguruan tinggi. Terlebih lagi untuk perguruan tinggi yang saat ini hampir di seluruh kampus sudah membuka prodi ekonomi Islam dan sudah banyak alumni yang mendapat didikan dari perguruan tinggi. Sehingga secara tidak langsung peran tenaga pendidik baik itu guru ataupun dosen hingga para siswa dan mahasiswa mendapatkan tugas untuk ikut terlibat dalam mengenalkan ekonomi syariah yang ada di masyarakat.
Apalagi menurut tokoh ekonomi Islam asal Indonesia yakni Adiwarman A. Karim yang berpendapat bahwa terdapat empat tipe masyarakat yang ada di Indonesia dalam menyikapi kehadiran lembaga keuangan syariah yang di antaranya adalah melihat mana yang lebih murah dalam memberikan pembiayaan, melihat lembaga keuangan mana yang bersedia memberika benefit yang menjanjikan, cenderung memetingkan keadilan yang ada di lembaga keuangan, dan yang tipe terakhir hanya ingin memakai lembaga keuangan syariah (TV One/13/04/2015).
Akan tetapi dari tiga tipe masyarakat yang disampaikan Adiwarman Karim tersebut umumnya yang paling sering di jumpai di masyarakat adalah tipe yang pertama dan kedua. Hal ini bisa dikarenakan telah begitu lamanya masyarakat kita berjibaku dalam sistem ekonomi konvensional yang lebih mementingkan keuntungan semata dibandingkan dengan harus melihat prinsip ekonomi yang dipakai. Sehingga untuk bisa mengenalkan lembaga keuangan syariah ke tengah-tengah masyarakat perlu mendapatkan sokongan dari berbagai pihak yang tidak hanya melibatkan lembaga keuangan syariah saja. Yang dampaknya nanti tentunya akan semakin banyaknya masyarakat yang menggunakan lembaga keuangan syariah dalam aktivitas ekonominya untuk bisa mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi masyarakat agar lebih sejahtera.
0 komentar:
Post a Comment