Sunday, May 6, 2018

Ekonomi Syariah dan Masyarakat Madani

1. Pengertian Ekonomi Syariah
Dalam bahasa Yunani kata ekonomi dipecah menjadi dua yakni Oikos dan Nomos. Oikos diartikan sebagai rumah tangga dan nomor berarti mengatur.  Sehingga secara sederhana bahwa ekonomi itu berarti mengelola dan mengatur urusan rumah tangga atau keluarga. Dan secara umum pengertian dari ilmu ekonomi itu sendiri ialah suatu ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia baik selaku individu maupun kelompok masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik kebutuhan material maupun spiritual, dan kebutuhan tersebut cenderung mengarah menjadi tidak terbatas sedangkan sumber pemenuhan kebutuhan tersebut sangat terbatas. Dan secara literatur dalam bahasa Arab, kata ekonomi sendiri diterjemahkan dengan kata “al-Iqtishad”. Kata iqtishad berasal dari kata qashd yang berarti keseimbangan. Dari kata qashada tersebut, kata kerjanya menjadi iqtishada yang berarti menuju pada keseimbangan, kejujuran, dan kehormonisan.

Sedangkan dalam perspektif syariah, menurut berbagai tokoh seperti yang dikemukakan oleh Dr. Muhammad Abdullah Al-Arabi menyampaikan pendapatnya tentang ekonomi syariah yang bermakna sekumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang kita simpulkan dari Al-Quran dan As-Sunnah, dan merupakan bangunan perekonomian yang kita dirikan di atas landasan dasar-dasar tersebut sesuai dengan tiap lingkungan dan masa.  Sedangkan menurut S.M. Hasanuz Zaman yang merupakan pemegang hadiah IDB dalam ilmu ekonomi Islam berpendapat bahwa ilmu ekonomi Islam adalah pengetahuan atas aplikasi perintah dan peraturan syariah yang menghentikan ketidakadilan dalam perolehan serta pengaturan sumberdaya material dalam rangka menyediakan kepuasan bagi individu dan memungkinkan mereka menjalankan kewajibannya kepada Allah serta masyarakat.

Dan menurut pendapat Muhammad Ayub menyampaikan bahwa dalam ilmu ekonomi Islam mempunyai urusan dengan persoalan-persoalan seperti bagaimana menciptakan, mendistribusikan, memiliki dan meningkatkan harta benda serta kekayaan, dan bagaimana menggunakan serta mengaturnya agar bermanfaat bagi individu dan juga masyarakat.  dilanjutkannya bahwa dalam aktivitas ekonomi dengan melakukan integrasi terhadap kerangka sosial Islam memberikan konsep keseimbangan yang adil di antara kebutuhan material dan spiritual serta di antara kebutuhan individu dan sosial yang meliputi:
  • Keseimbangan antara pekerjaan dan ibadah
  • Persamaan manusia
  • Tanggung jawab bersama dalam masyarakat
  • Keadilan dalam distribusi
  • Penggunaan yang seimbang dan bermanfaat atas “anugerah dari Tuhan”
  • Kekuasaan individu yang terbatas dalam hal “kepentingan pribadi” demi kepentingan sesama umat dan manusia.
  • Prinsip hidup berdampingan
  • Kebebasan suara hati.

Dalam pendapatan lain juga ada yang mengatakan bahwa konsep ekonomi Islam mempunyai motif aktivitas ekonomi diarahkan pada pemenuhan kebutuhan dasar (needs) yang tentu ada batasannya, merkupun bersifat dinamis sesuai dengan tingkat ekonomi  masyarakat pada saat itu. Dan prilaku ekonomi dalam Islam tidak hanya didominasi oleh nilai-nilai alami yang dimiliki oleh setiap individu manusia, tetapi ada nilai di luar diri manusia yang kemudian membentuk perilaku ekonomi kita, yaitu Islam itu sendiri yang diyakini sebagai tuntunan utama dalam hidup dan kehidupan manusia. Sehingga dengan demikian, ekonomi dalam Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan tujuan akhirnya ialan dapat memperole falah (kedamaian dan kesejahteraan dunia-akhirat). 

Sedangkan urgensi keberadaan ekonomi Islam yang saat ini telah banyak dianut oleh berbagai ragam tempat dan negara sebagai alternatif pilihan berekonomi ialah karena dalam ekonomi Islam terdapatnya larangan keras terhadap memakan dan memakmurkan riba yang dipersamakan dengan bunga. Dari itu negara yang menerapkan ekonomi Islam corak lembaga keuangannya tidak lagi dijalankan dengan sistem bunga ala kaum ekonomi konvensional tapi dengan cara share and loss profit. Dan juga dalam ekonomi Islam prinsip yang ada tidak hanya menyuruh umat manusia hanya untuk menjauhi riba/bunga tetapi ada prinsip-prinsip lain yang harus diketahui dan dilaksanakan, yaitu:
  • Menganjurkan untuk hidup hemat dan tidak bermewah-mewah
  • Menjalankan usaha-usaha yang halal
  • Implementasi zakat
  • Penghapusan/pelarangan riba
  • Pelarangan maysir. 
  • Larangan melakukan gharar
  • Larangan melakukan najasy
  • Larangan melakukan Khalabah (Pemasaran yang menyesatkan)
  • Melakukan transparansi dalam bisnis

Disamping itu juga pada ekonomi syariah muatannya secara filosofis mengandung makna tanggung jawab terhadap pemeliharan harkat hidup manusia. Tanggung jawab tersebut bagi Umar Chapra didekatkannya pada pemenuhan pemeliharan Maqasith Syariah yang dianggapnya akan menciptakan keadilan dan kesejahteraan yang menuju pada human falah. Konsep dalam maqashith syariah menurut ulama klasik Imam Al-Ghazali mencakup perlindungan atas lima aspek kehidupan pada manusia, di antaranya adalah:
  • Terpeliharanya agama
  • Terpeliharanya jiwa
  • Terpeliharanya akal
  • Terpeliharanya keturunan
  • Terpeliharanya harta atau modal

Dalam memelihara lima aspek pokok tersebut bagi Ahmad Ilham Sholihin terdapat dua metode yang bisa dipergunakan, yaitu :

  • Metode preventif yang berarti melestarikan dan memelihara lima aspek tersebut, atau dengan memberikan hukuman berupa sanksi bagi yang melanggar. Contohnya dalam pemeliharaan preventif ini adalah: sanksi bagi yang meninggalkan shalat (pemeliharaan agama), larangan membunuh (pemeliharaan jiwa), larangan minum-minuman yang memabukkan (pemeliharaan akal), larangan zina (pemeliharaan keturunan), larangan makan harta orang lain secara bathil (pemeliharaan harta. 
  • Metode proaktif dilakukan dengan cara memberikan perintan untuk mengerjakan amalan demi terpeliharanya ke lima aspek pokok tujuan syariat. Contohnya dalam pemeliharaan proaktif ini adalah: perintah shalat (pemeliharaan agama), perintah mengkonsumsi makanan yang halal dan baik (pemeliharaan jiwa), perintah belajar (pemeliharaan akal), perintah nikah (pemeliharaan keturunan), dan perintah bekerja (pemeliharaan harta). 

Dilanjutkan bahwa tujuan-tujuan syariah dalam ekonomi juga diatur dalam kaitannya dengan maqashid syariah. Sebagaimana aspek-aspek lain dalam kehidupan masyarakat, dalam hukum-hukum Islam yang mengatur perekonomian juga memiliki tujuan dan hikmah. Tujuan dan hikmah dalam sistem ekonomi adalah:

  • Perputaran atau sirkulasi (al tadaawul)
  • Jelas atau legal (al wudluuh),
  • Keadilan dalam harta (al adl fil al amwaal)
  • Terpeliharanya harta dengan menghindarkan dari kedzaliman.

Dalam tujuan sirkulasi, hendaknya harta atau modal yang dimiliki seseorang mengalami perputaran di tengah masyarakat dengan jalan infaq (belanja), baik infak konsumsi, produksi, investasi maupun donasi. Tujuan jelas dan legal, ditujukan agar harta atau faktor produksi yang dimiliki oleh seseorang itu terhindar dari peluang adanya pertikaian dan perselisihan, sehingga harta tersebut mesti jelas statusnya dan legal kepemilikannya. Tujuan keadilan dalam harta adalah agar manusia menginfakkan harta tersebut melalui konsumsi, produksi investasi maupun donasi, dan menghindarkan diri dari perbuatan berlebihan atau infak yang diharamkan oleh agama. Tujuan terpeliharanya harta dengan menghindarkan dari kezaliman adalah melarang orang lain mengambil atau berbuat zalim atas harta seseorang yang berakibat terjadinya kerusakan atau hilangnya harta itu .

Disamping itu dalam menciptakan kehadiran di tengah-tengah umat manusia, ekonomi syariah menganut prinsip kehati-hatian yang bagi Dawam Rahardjo hal tersebut untuk bisa menghindarkan umat manusia dari berperilaku yang membahayakan atau mengandung risiko. Sehingga ekonomi syariah memberikan penekanan pada penguatan kepribadian dengan penerapan nilai-nilai keutamaan (al-khair). Karena itu, dalam sistem ekonomi syariah, fondasinya adalah nilai-nilai keutamaan. Dengan adanya penekanan itu, maka perekonomian secara Islam tidak akan terombang-ambing oleh perkembangan lingkungan yang selalu berubah dan sering tidak menentu, melainkan menjadi pihak yang turut mengendalikan lingkungan itu. Dalam konteks ekonomi pasar, maka sistem ekonomi Islam dan pelaku ekonomi tidak diditerminasi oleh pasar, melainkan pasar harus dikendalikan melalui nilai-nilai moral dan hukum.

Dan juga dalam bermualah sistem ekonomi syariah yang digali dari perspektif fiqih muamalah ditambahi dengan ajaran moral, etika, dan akhlak Islam memberikan instruman ragam transaksi bagi manusia bermuamalah. Instrumen transaksi tersebut bersandarkan pada akad-akad yang digunakan dan dibenarkan penggunaannya sesuai dengan dalil dari Al-Quran dan Hadis serta Fatwa Ulama. Akad-akad yang pada umumnya ada pada ekonomi syariah yang sudah teraplikasi di lembaga keuangan adalah akad mudharabah, murabahah, salam, istishna’, qardh al hasan, musyarakah, ijarah, dan lainnya.

2. Masyarakat Madani
Dalam pengertiannya masyarakat madani dalam kacamata Cak Nur dimaknainya sebagai masyarakat berperadaban, dengan pentingnya tindakan sukarela individu, perlunya prinsip penegakan hukum, dan lingkungan sosial atau sistem sosial yang terbuka.  Apa yang dipikirkan oleh Cak Nur tersebut tentang masyarakat madani didekatkannya dengan peradaban awal Islam yakni saat Nabi Muhammad Saw membangun peradaban masyarakat di kota Madinah yang berlangsung selama 10 tahun. Dalam waktu yang singkat tersebut Nabi Muhammad Saw, menurut Cak Nur telah membangun masyarakat yang adil, terbuka dan demokratis, dengan landasan taqwa kepada Allah dan taat kepada ajaran-Nya. Yang mana masyarakat madani yang dibangun oleh Baginda Nabi Saw menurut Robert N. Bellah menyebut bahwa masyarakat madani yang dibangun oleh Nabi Saw pada saat itu adalah sudah sangat modern untuk lingkungan masyarakat madinah sehingga tidak berlangsung lama setelah Nabi Muhammad Saw wafat.

Dan juga bagi Nurcholish Madjid yang mempersepsikan masyarakat madani dengan kondisi masyarakat kota Madinah yang dibentuk oleh Nabi Muhammad Saw memiliki arti tersendiri. Secara konvensional kata madinah dapat bermakna sebagai kota. Selanjutnya, secara kebahasaan dapat pula diartikan sebagai peradaban. Di luar kata madaniah tersebut, apa yang disebut peradaban juga perpadanan dengan kata tamaddun dan hadlarah. Bagi M. Hasyim memberikan antonim pada masyarakat madani dengan masyarakat barbari atau badawi yang memang menjadi ciri-khasan masyarakat Arab sebelum Nabi Muhammad Saw turun ke dunia. Tetapi, Hasyim coba membedakan antara masyarakat madani dengan madinah. Menurutnya, madinal lebih dikenal dengan pengertian kota sebagai antonim dan kata desa, artinya tidak semua masyarakat di kota (al-madinah) merupakan masyarakat madani, atau sebaliknya, tidak semua masyarakat yang tinggal di desa, merupakan masyarakat yang tidak maani. Justru akan menjadi kebalikannya, mungkin masyarakat perkotaan yang menjadi masyarakat barbari dan masyarakat pedesaan menjadi masyarakat madani. Jadi, sebutan madani atau tidak madani bukanlah sebutan untuk suatu wilayah, tetapi kondisi anggota masyarakat yang memenuhi atau tidakhnya memenuhi syarat-syarat tertentu .

Dan masyarakat madani dalam corak pemikiran M. Hasyim diartikannya sebagai masyarakat yang selalu memelihara perilaku yang beradab, sopan santun, berbudaya tinggi, baik dalam pergaulan sehari-hari, dalam berbicara, dalam mencari kebenaran, bahkan dalam mencari rizki, mengupayakan kesejahteraan, atau dalam menerapkan hukum dalam sanksi, sampai dalam menghadapi konflik dan peperangan.

Lebih jauh lagi bahwa Cak Nur mengatakan bahwa masyarakat madani yang ditinggalkan oleh Nabi Muhammad Saw mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

  • Egalitarianisme
  • Penghargaan kepada orang berdasaran prestasi (bukan prestasi seperti keturunan, kesukuan, ras, dan lain-lain).
  • Keterbukaan partisipasi seluruh anggota masyarakat
  • Dan penentuan kepemimpinan melalui pemilihan bukan berdasarkan keturunan.

Istlah civil society yang sering dipersamakan dan diperdebatkan dengan masyarakat madani dalam pandangan Hegel muncul berdasarkan suatu kajian secara historis bukan secara alamiah begitu saja. Hal ini disebabkan dari panjangan perjalanan civil society yang sudah dibicarakan sejak zaman Aristoteles dan Cicero serta timbulnya gejolak politik pemberontakan dalam masyarakat eropa Timur dan Tengah di abad pertengahan 20-an. Sehingga kemunculan dari masyarakat madani itu sendiri diakibatkan dari adanya perjuangan yang begitu panjang yang melibatkan keluarga, masyarakat madani, dan negara.  Disamping itu juga hal hal yang cukup kontroversial dari pendapat Hegel tentang masyarakat madani yang diutarakannya sebagai kehdiupan yang dipenuhi dengan konflik atau senggolan berbagai kepentingan yang sulit dipersamakan.

Dan juga dalam kaca mata Eisentadt perlu ada empat komponen dalam masyarakat madani yang dikaitkannya untuk menegakkan pilar demokrasi, di antaranya :

  • Terbentuknya otonomi dari negara terhadap individu dan kelompok
  • Terdapatnya interaksi timbal balik antara negara dan masyarakat yang saling menguntungkan keduanya.
  • Terbentuknya ruang publik yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mengaktualisasikan diri/kepentingan yang relatif bebas dari intervensi negara
  • Terdapatnya akses masyarakat ke ruang publik yang dibentuk oleh pemerintah.

Dan untuk memahami pengertian civil society atau masyarakat madani bukan merupakan hal yang mudah. Hal tersebut terjadi karena ilmu sosial banyak memiliki perspektif untuk memahami sesuatu. Tidak jarang seseorang menemukan kesulitan tentang apa yang mereka maksudkan dengan sebuah konsep seperti halnya civil society. Ada yang menekankan pada ruang (space), di mana individu dan kelompok dapat saling berinteraksi dengan semangat toleransi. Di dalam ruang tersebut, masyarakta dapat melakukan partisipasi dalam pembentukan kebijaksanaan publik suatu negara. Di samping itu, ada pula pandangan yang memberikan makna civil socity sebagai sebuah masyarakat yang memiliki keberadaban (civility) yang dibedakan dari masyarakat tak beradab (barbarian).

Oleh karena itu, sangat jelas bahwa untuk memahami civil society akan bergantung pada pola pikir seseorang. Namun, pada dasarnya civil society merupakan suatu ruang yang terletak antara negara di satu pihak dan masyarakat di pihak lain. dalam raung lingkup tersebut terdapat sosialisasi (usaha untuk mengubah milik perseorangan menjadi milik umum atau milik negara) warga masyarakat yang bersifat sukarela dan terbangun dari sebuah jaringan hubungan di antara asosiasi tersebut. Asosiasi bisa berbentuk macam-macam, misalnya berupa perjanjian, koperasi, kalangan bisnis, rukun tetangga, rukun warga, ikatan profesi, lembaga swadaya masyarakat, dan bentuk organisasi masyarakat lainnya. Hubungan antara berbagai asosiasi tersebut dikembangkan atas dasar toleransi dan prinsip saling menghargai satu sama lainnya.

Berdasarkan hal tersebut, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa civil society merupakan suatu bentuk hubungan antara negara dan sejumlah kelompok sosial, seperti keluarga, kalangan bisnis, asosiasi masyarakat, dan gerakan-gerakan sosial yang ada dalam negara. Namun, sifatnya independen terhadap negara.

Sedangkan Dawam Rahardjo saat berbicara tentang masyarakat madani coba didekatkannya pada historikal pembentukan negara Madinah oleh Nabi Muhammad Saw yang menurutnya bukanlah didasarkan pada wahyu yang diturunkan Tuhan. Melainkan pembentukan negara Madinah tersebut berasal dari kontrak sosial dari berbagai kelompok kabilah dan agama. Dalam masyarakat madani akan tampak masyarakat yang heterogen terdiri dari berbagai suku, agama, warna kulit, kebiasaan dan lainnya. Yang hal tersebut bila menimbulkan masalah maka harus dimusyawarahkan agar terhindar dari konflik. Sebab pada dasarnya Allah Swt, dalam menciptakan umat manusia berasal dari berbagai jenis suku dan bangsa yang tertulis pada Firman-Nya:

“Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan umat yang satu, tetapi Allah hendak menguji kami terhadap pemberiannya kepadamu. Maka berlomba-lombalah dalam kebaikan” (Al-Maidah: 48).

Sehingga dengan ragamnya corak yang ada pada masyarakat madani maka harus bisa dipahami untuk bisa secara bersama-sama berlomba dalam mencari kebaikan yang diaktualisasikan melalui akhlak dan muamalah yang bagus. Dan dari terciptanya komunikasi yang baik dalam komunitas masyarakat madani maka bisa menghantarkan pada pembentukan masyarakat yang unggul atau diistilihkan dengan nama “good society” atau “great society”.

Dan juga melanjutkan sedikit lagi bahwa sanya dalam masyarakat madani yang dikonsep oleh berbagai tokoh terdapat paham yang coba diantarkan oleh masing-masing tokoh tersebut. Bagi Dawam Rahardjo, coba menghantarkan tiga paham yang harus ada untuk bisa menciptakan masyarakat madani yang bisa mensejahterakan seluruh manusia, di antaranya adalah pluralisme, sekularisme, dan liberalisme. Tokoh lain seperti Nurcholish Madjid hanya mengajukan dua paham saja yakni pluralisme dan liberalisme. Dan tokoh reformasi yakni Amin Rais juga mengutarakan hal yang serupa seperti yang disebutkan oleh Nurcholish Madjid.

Karakteristik Masyarakat Madani 
Menurut Muhammad AS Hikam memberikan pendapatnya mengenai ciri-ciri dari civil society atau masyarakat madani dengan mengutip pemikiran dari Tocqueville, yaitu adanya sikap warga dengan kesukarelaan (voluntary), keswasembadaan (self generating), dan keswadayaan (self supporting), kemandirian yang tinggi berhadapan dengan negara, dan keterikatan dengan norma-norma serta nilai-nilai hukum yang diikuti oleh warganya.

Dan bagi Nucholish Madjid menuliskan beberapa ciri mendasar dari masyarakat madani yang dasarnya tetap kepada konsep masyarakat yang dibangun Nabi Muhammad Saw di kota Madinah, antara lain:
  • Egalitarianisme (kesepadaan),
  • Penghargaan kepada orang berdasarkan prestasi
  • Keterbukaan dan partisipasi aktif seluruh masyarakat
  • Penegakan hukum dan keadilan
  • Toleransi dan pluralisme
  • Musyawarah

Di dalam masyarakat madani tidak terdapat marginalisasi derajat, bahkan mereka percaya bahwa semua orang mempunyai derajat yang sama. Inilah disebut dengan egalitarianisme. Antara pemimpin dan pengikut tidak dibedakan dalam perlakuan dan pengakuan atas hak dan kewajiban individual maupun kelompoknya. Yang ada dalam masyarakat madani adalah kewajaran, kelayakan, proporsionalitas, dan resiprositas.

Dalam mewujudkan masyarakat madani, dibutuhkan manusia-manusia yang secara pribadi berpandangan hidup dengan semangat ketuhanan dengan konsekuensi tindakan rahmatan lil alamin. Dalam Islam tidak ada sistem keturunan, kesukuan, atau ras, yang ada adalah sebuah ukhwah islamiyah, persatuan antar umat Islam.

Dan juga dalam pemahaman terhadap masyarakat madani yang sudah sangat beragam dan kaya. Terdapat dua hal besar yang disepakati tentang masyarakat madani, dua hal tersebut ialah sebagai berikut :

  • Bahwa dalam ruang lingkup kekuasaan tidak sepenuhnya berada dalam lingkungan dan kekuasaan pemerintah. Ada ruang lingkup publik yang cukup luas dan berperanan sebagai mitra sekaligus pengawas terhadap penyelenggaraan kekuasaan oleh pemerintah. Ruang lingkup publik itu isi, kegiatan serta dimensinya beragam dan mencerminkan pencerahan serta kemajuan masyarakat. Ada kegiatan politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan.
  • Dalam masyarakat madani tumbuh kehidupan bersama berkeadaban dan hal itu berlaku pula untuk masyarakat yang majemuk. Pluralisme menjadi ciri masyarakat madani. Seperti halnya represi dari pemerintah ditolak, demikian pula represi dari kelompok masyarakat. Dalam masyarakat madani, perbedaan pendapat subur dan dipacu. Perbedaan pendapat bahkan persaingan kepentingan berjalan tanpa harus membuyarkan komitmen untuk bekerja bagi kepentingan umum dan mendahulukan kepentingan umum. Masyarakat madani adalah masyarakat terbuka, terbuka ke dalam, terbuka pula ke luar. Kita tidak dapat membayangkan demokrasi bisa hidup subur dalam masyarakat yang tertutup ke dalam dan ke luar. 

Dan dalam sumber yang berbeda yang memberikan pendapatnya tentang ciri dari masyarakat madani. Ciri dari masyarakat madani itu meurutnya ciri pokok pemerintahan demokrasi yang hampir sama atau serupa dengan masyarakat madani atau civil society. Dan ciri-ciri dari masyarakat madani adalah sebagai berikut:

a. Pemerintahan berdasarkan kehendak dan kepentingan rakyat banyak. Dari ciri ini dapat diidentifikasi ciri-ciri tambahan dari sebuah demokrasi yaitu sebagai berikut:

  • Ciri konstitusional. Artinya, prinsip-prinsip kekuasaan, kehendak, dan kepentingan rakyat diatur dan ditetapkan di dalam konstitusi
  • Ciri perwakilan. Artinya, pelaksanaan kedaulatan rakyat diwakilkan kepada beberapa orang yang mewakilinya
  • Pemilihan umum. Artinya, dalam negara dilaksanakan suatu kegiatan politik untuk memilih para wakil rakyat yang akan memimpin bangsa dan negara. Misalnya, pemilihan anggota MPR, DPD, DPR, DPRD, serta Presiden dan Wakil Presiden.
  • Ciri kepartaian. Artinya, partai politik meruapakan media atau sarana dalam praktik pelaksanaan demokrasi.

b. Adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan. Misalnya, pembagian atau pemisahan kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif
c. Adanya tanggung jawab dari pelaksana kegiatan atau pemerintahan.

Referensi Tulisan:

  • A. Ubaedilla dan Abdul Rozak. Pancasila Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani. Kencana (Jakarta: 2012). Hal. 216
  • Aceng Kokasih. Konsep Masyarkat Madani. (Jurnal: Tidak Terbit). Hal. 3
  • Muhammad Asraf. Wacana Masyarakat Madani (Civil-Society) Relevansi untuk Kasus Indonesia. (Jurnal: Tidak Terbit). Hal. 51.
  • Marzuki. Kerukunan Antar Umat Beragama dalam Wacana Masyarakat Madani: Analisis Isi Piagam Madinah dan Relevansinya bagi Indonesia. (Jurnal: Tidak Terbit). Hal 2. 
  • Sutan Remy Sjahdeini. Perbankan Syariah. Kencana (jakarta: 2014). Hal. 32
  • M. Dawan Rahardjo. Rancang Bangun Ekonomi Islam. (Jurna: Tidak Terbit). Hal. 5.
  •  _____, UUD 1945 Amandemen. (Tidak Terbit). Hal. 12-16. 
  • Azhari Akmal Tarigan, Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi. Cita Pustaka (Jakarta: 2012), hal. 29.
  • Ahmad Subagyo. Kamus Istilah Ekonomi Islam. Elex Media Komputindo (Jakarta: 2009). Hal. 349.
  • Gemala Dewi. Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia. Kencana cet. 3 (jakarta: 2006). Hal. 33. 
  • Muhammad Ayub. Understanding Islamic Finance (terj). PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta: 2009. Hal. 48.
  • Ascarya. Akad & Produk Bank Syariah. PT Rajagrafindo Persada cet 4 (Jakarta: 2012). Hal. 7.
  • Ahmad ifham Sholihin. Buku Pintar Ekonomi Syariah. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta: 2010. Hal. 491.
  • M. Dawam Rahardjo. Rancang Bangung Ekonomi Islam. Jurnal tidak terbit. Hal 12. 
  • Muhammad Hari Zamharir. Agama dan Negara Analisis Kritis Pemikiran Politik Nucholish Madjid. PT. Rajagrafindo Persada (Jakarta: 2004). Hal. 224.
  • Nurcholish Madjid, Cita-Cita Politik Islam era Reformasi. Paramadina (Jakarta: 1999). Hal. 168.
  • Wahyuddin, dkk. Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi. Grasindo. Jakarta: 2009. Hal 106.
  • Muhammad Asfar. Wacana Masyarakat Ma dani (civil Society): Relevansi untuk Kasus Indonesia. Jurnal online no. 01.(Januari 2001). Hal. 52.
  • Jakop Oetama. Pers Indonesia, Berkomunikasi dalam Masyarakat Tidak Tulus. Kompas Media Nusantara. Jakarta: 2001. Hal 51

2 comments

  1. Saya rasa penjelasannya cukup mas, kepala saya sampai berasap haha...
    Tapi memang sich, ekonomi syari'ah itu perlu di tegakkan, dan bermula dari diri kita dan keluarga kita. Ada banyak rambu-rambu yang harus kita patuhi di dalam Islam, termasuk salah satunya meninggalkan riba.
    Good post !!!

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehe artikel ini cuplikan proposal skripsi saya dulu mas, cuma tidak saya teruskan dan diganti dengan judul lain. hehe

      Delete