Thursday, August 6, 2015

Menyoal Angkot yang “Mampet” di Jalan

Istilah kata “mampet” sudah sangat familiar sekali mampir terdengar di telinga kita. Saat selokan dipenuhi oleh sampah dan tak bisa dilalui air sering disebut dengan “mampet” atau ketika WC di rumah sedang tersumbat juga dikatakan sedang “mampet”. Tapi kata “mampet” dalam artikel ini bukanlah untuk membahas mengenai selokan ataupun WC melainkan untuk dibahas pada angkot. Ada apa dengan angkot sehingga harus dikaitkan dengan kata “mampet”?. Dan apa pula hubungannya antara keduanya?.

Tentu semuanya tahu mengenai angkot yang keberadaannya di kota-kota besar jumlahnya ada banyak sekali yang penumpangnya notebene hampir berada dari semua kalangan baik dari kantoran, mahasiswa, siswa, ibu-ibu, hingga buruh. Dan juga harga yang ditawarkan kepada para penumpangnya cukup murah dibanding harus memakai kendaraan pribadi dimana saat ini harga minyak kendaraan tidak lagi murah atau disubsidi. Sehingga angkot tetap menjadi primadona yang dianggap dapat untuk menjadi transportasi umum yang berbiaya murah.

Tapi di samping dianggap sebagai transportasi umum berongkos murah tetap saja angkot meninggalkan masalah di lingkungan masyarakat. Bukan masalah itu soal polusi yang dikeluarkannya dari lubang kenalpotnya. Akan tetapi menyangkut tentang kemacetan yang ditimbulkannya bila angkot “mampet” di jalanan. Dampaknya cukup berpengaruh negatif yang dihasilkan oleh angkot yang mampet atau berhenti disembarang tempat di jalanan yakni tentunya adalah bikin macet. Fenomena akan kemacetan sudah seperti makanan rutin bagi sebagian besar masyarakat kita yang banyak menghabiskan waktunya di jalanan.

Perlu diketahui bahwa macetnya jalanan tidak hanya diakibatkan dari banyaknya para pedagang kaki lima yang numpang jualan di pinggir jalan. Tetapi juga para supir yang memberhentikan angkotnya disembarang tempat di areal jalan telah mengundang macet. Ini saya alami sendiri sewaktu pergi menuju kampus dan begitu juga dengan pulangnya. Dimana jalan depan kampus tempat saya menimba ilmu yang cukup lebar dan disekitar situ juga terdapat perguruan tinggi lainnya serta sekolah menengah pertama sering kali mengalami kemacetan. Kemacetan jalan tersebut adalah buah dari banyaknya angkot-angkot yang diparkirkan sembarangan dekat pinggir jalan dan ada pula yang memberhantikan angkotnya tepat di sisi badan hingga masuk kehampir separuh badan jalan. Apalagi melihat membludaknya jumlah angkot untuk kota Medan sampai dengan April 2015 sudah sebanyak 6.357 unit (medanbisnisdaily.com/9/04/2015). Sehingga hasilnya tentunya sudah tahu akan jadi apa, ya jadi macet.

Mampetnya angkot-angkot itu yang sudah seperti cuci mata bagi para pengguna jalan di area kampus saya adalah sesuatu hal yang biasa terjadi. Sehingga kemacetan yang disebabkan oleh angkot yang mampet di jalan sering kali sulit dihilangkan karena minimnya ketegasan yang diberikan untuknya. Padahal dampaknya yang saya ketahui karena macet yang disebabkan oleh angkot-angkot yang mampet adalah habisnya waktu di jalan karena harus menunggu angkot yang paling depan bergerak, sulitnya kendaraan yang beraktivitas di kampus menjadi terhambat karena tidak adanya lagi ruang untuk keluar masuknya kendaraan dari kampus.

Alasan yang ditawarkan bagi angkot-angkot yang suka mampet dijalanan ialah karena belum adanya penumpang yang naik ke angkotnya. Menjadikan alasan tersebut membuat para supir angkot dengan senang hati memarkirkan angkotnya di pinggir jalan hingga mengambil badan jalan.  Dan menyebabkan kendaraan seperti sepeda motor, mobil, hingga truk yang melintas menjadi tersendat karena jalanan telah “mampet” oleh angkot.

Apa yang terjadi di area jalan dekat kampus saya bahwa angkot sering mampet sembarangan di jalanan dan menyebabkan macet. Adalah salah satu contoh nyata dari banyak contoh lainnya yang terjadi di kota Medan. Dan tentunya perilaku angkot yang suka berhenti di sembarang jalan perlu mendapatkan perhatian dari berbagai pihak terutama kepolisian dan dinas perhubungan untuk melakukan penertiban. Penerbitan sangat perlu sekali diberikan pada angkot-angkot yang suka berhenti sembarangan baik untuk menurunkan atau menunggu penumpang naik ke angkotnya. Dan kemacetan yang dikarenakan angkot suka berhenti semaunya tidak hanya terjadi di kota Medan saja melainkan juga merambat di hampir seluruh kota lainnya di Indonesia. Seperti dalam pemberitaan detik.com yang menuliskan bahwa di terminal Kampung Melayu-Jakarta  hampir setiap sorenya terjadi kemacetan karena banyaknya angkot yang berhenti di pinggir jalan untuk menarik sewa (4/11/2014).

Sedari itu angkot yang seringnya “mampet” di jalanan sering kali menyasar tempat-tempat keramaian seperti daerah sekolah atau perguruan tinggi, pasar tradisional, terminal, stasiun, dan tempat yang ramai lainnya. Alhasil untuk mengurainya memang diperlukan andil dari pihak terkait seperti polisi dan dinas perhubungan serta pihak-pihak pengaman seperti satpam atau security sekolah dan kampus agar dapat melakukan upaya untuk menertibkan angkot yang suka berhenti sembarangan di jalan.

Dan akhirnya jalan-jalan tidak lagi ada yang mampet karena sudah tidak adanya lagi angkot-angkot yang sembarangan berhenti di pinggir jalan. Serta para pengguna jalan dapat leluasa untuk melintas di jalan raya tanpa harus terperangkap oleh macet. Sebab bila jalanan sudah mampet oleh angkot tidak hanya membuat para pengendara sulit untuk lewat tapi jalanan tersebut benar-benar akan tumpat.

Oleh: Satria Dwi Saputro
(Penulis adalah Penerima Beasiswa Bank Indonesia tahun 2014 dari UIN-SU, dan tergabung dalam Komunitas Generasi Baru Indonesia (GenBI) Sumut).

0 komentar:

Post a Comment