Sunday, August 9, 2015

Hedonisme, Gaya Hidup yang Tak Perlu di Budayakan

Gaya hidup yang bermegah-megahan atau berfoya-foya sudah sangat sering terlihat di mana-mana baik di layar televisi maupun di sekitar kita. Masalah gaya hidup yang bermegah-megahan ini terlihat dari kebiasaan dalam menggunakan harta kepada hal-hal yang diluar kebutuhannya. Yang mana contohnya seperti memiliki barang-barang mewah yang berkelas tinggi, liburan yang selalu ke tempat-tempat terkenal di luar negeri, dan gemar pamer harta dengan menunjukkannya kepada khalayak ramai. Dan prilaku dari gaya hidup serba berlebihan tersebut seringnya disebut sebagai gaya hidup hedonisme.

Hedonisme dalam beragam sumber mempunyai makna sebagai orang yang menyandarkan tujuan hidupnya untuk mencapai kesenangan dan kebahagian. Dalam menyandarkan kebahagiaan atau kesenangan sebagai tujuan akhirnya sering kali melakukan semua cara tanpa mempertimbangkan dampaknya sebagai pengorbanan yang dilakukan. Dan juga gaya hidup hedonis ini menujukkan sikap yang tidak mau mengalami kesusahan atau kesulitan yang dapat membuatnya menjadi terhambat untuk mencapai kenikmatan atau kebahagiaan yang dicita-citakannya.

Dalam masa kini prilaku hedonisme ini terdapat di berbagai tempat baik yang tampak melalui media elektronik dan massa ataupun yang terlihat di sekitar lingkungan. Dan budaya hedonisme ini erat kaitannya dengan ekonomi yang terlihat dari banyaknya kepemilikan atas berbagai barang dan fasilitas yang mewah. Serta di samping itu, prilaku hedonisme ini menjadikan orang-orang sibuk untuk terus mengkonsumsi atau menghabiskan uangnya untuk membeli produk barang atau jasa yang diinginkannya walaupun tidak terlalu dibutuhkannya.

Hal ini seperti dikatakan bahwa dalam kenyataannya tampak di sekitar lingkungan seperti yang dipertontonkan oleh berbagai media bagaimana cara hidup para pejabat di negari ini yang mulai dari tingkat terendah hingga yang tertinggi. Hedonis yang terlihat dari para pejabat tersebut tampak dari barang-barang yang digunakannya seperti tempat tinggal yang lebih dari satu, kendaraan mewah, pakaian dan aksesoris yang dikenakan, hingga liburannya yang dapat pergi hingga ke luar negeri. Prilaku hedonis yang terlanjur dianut oleh segelintir para pejabat kita akan sangat berdambak buruk bila tidak sesuai dengan kondisi ekonominya dalam memenuhi keinginan mengejar kebahagiaan materilnya. Dampak nyata yang sudah banyak terjadi dari ketimpangan antara ekonominya yang tidak cukup dengan keinginan bahagia yang dituntutnya yang sangat besar ialah bisa melakukan korupsi terhadap uang negara.

Yang demikian itu disampaikan oleh pakar komunikasi yakni Turnomo Rahardjo yang menyebut bahwa pemicu dari praktik korupsi yang seperti dilestarikan oleh para pejabat negara tak lain pemicunya adalah menjalankan kehidupan dengan gaya hidup hedonis (antaranews.com/29/11/2011). Apa yang disampaikan oleh pakar komunikasi tersebut coba untuk menjelaskan tentang bahayanya dari gaya hidup hedonisme yang dapat menyimpangkan prilaku kearah yang salah seperti melakukan korupsi yang banyak menjerat para pejabat negara kita. Sehingga budaya hedonisme ini semestinya dapat diubah dengan gaya hidup yang lebih sederhana.

Dan selain para pejabat negara yang seringkali menerapkan budaya hidup hedonisme juga dianut oleh masyarakat kita. Prilaku hidup hedonisme yang dibudayakan oleh masyarakat dapat menjebaknya untuk terus memamerkan harta yang dimiliki dan membuatnya untuk terus menambah harta dengan cara banyak melakukan konsumsi. Sehingga sikap hedonisme ini menjadikan masyarakat menjadi orang yang boros dan lebih parahnya akan menambah utangnya bila kebahagiaan duniawi yang diinginkannya diatas kemampuan ekonominya.

Apalagi budaya hedonisme ini tidak hanya menyerang orang-orang dewasa tapi juga sudah merengsek ke kalangan kaum muda atau remaja. Banyak di antara remaja saat ini yang mudah sekali tergiur untuk menghabiskan uangnya demi memiliki beragam barang-barang menarik dan tentunya berkelas dibanding dengan punya temannya. Yang budaya hedonisme bagi para remaja ini seakan menaikkan rasa percaya dirinya untuk bisa bergaul di antara teman-temannya. Dan dampak buruknya dari budaya hedonisme bagi kalangan remaja ialah hanya akan membebani ekonomi keluarga karena kedua orang tua harus memenuhi keinginan yang diminta oleh sang anak.

Sedari itulah persoalan budaya hedonisme ini memang tidak hanya milik orang-orang yang memiliki jabatan di pemerintahan tetapi juga ada dari kalangan masyarakat hingga remaja. Adapun hal yang bisa diubah dari budaya hedonisme ini adalah dengan adanya keinginan untuk hidup sederhana. Karena kehidupan sederhana akan mampu menyeimbangkan dengan kondisi ekonomi dengan kebutuhan dan keinginan yang ingin diwujudkan. Dan dapat untuk menghindarkan dari prilaku hidup boros, suka berhutang, dan membeli barang-barang mewah.

Sehingga hal tersebut akan dapat mengendalikan banyaknya keinginan yang harus dicapai terutama keinginan yang bersifat material. Dan dengan pola hidup sederhana maka siapapun juga mulai dari kalangan masyarakat kelas bawah hingga para pejabat dapat mengerti untuk tidak mudah terpancing dalam mengikuti keinginan mencapai kebahagiaan materil tanpa batas. Karena akibatnya hanya akan merugikan diri sendiri yang dapat menyebabkan terjadinya prilaku menyimpang guna bisa memenuhi gaya hidup hedonis. Oleh sebab itu, gaya hidup hedonis memang bukan sesuatu budaya yang patut untuk dilestarikan oleh siapapun juga.

Oleh: Satria Dwi Saputro
(Penulis adalah Pengurus di Kelompok Studi Ekonomi Islam Universal Islamic Economic Universitas Islam Negeri Sumatera Utara).

0 komentar:

Post a Comment