Saturday, September 21, 2019

Kamus Penting Ekonomi Syariah (Bagian Dua)

Dikutip sepenuhnya dari buku Kamus Istilah Ekonomi Islam (Istilah-Istilah Populer dalam Perbankan, Bursa Saham, Multifinance, dan Asuransi Syariah) karya Ahmad Subagyo, tahun terbit 2009, oleh penerbit: PT Elex Media Komputindo.


1. Azmah iqtishadiyah, economic crisis, krisis ekonomi; periode berakhirnya suatu kemakmuran yang ditandai oleh penurunan pertumbuhan ekonomi.

2. Ushul jariyah, penanaman dana bank syariah baik dalam rupah maupun dalam valuta asing dalam bentuk pembiayaan, piutang, qardh, surat berharga syariah, penempatan, penyertaan modal, pernyataan modal smeentara, komitmen, dan kontijensi pada transaksi rekening administrative serta sertifikat wadiah Bank Indonesia.

3. Bitaqah sahab iliktruniyah, anjungan tunai mandiri; kegiatan kas yang dilakukan secara elekstronis untuk memudahkan nasabah, anatara lain dalam rangka menarik atau menyetor secara tunai, melakukan pembayaran melalui pemindahbukuan, dan memperoleh informasi mengenai saldo/mutasi rekening nasabah.

4. Bai, jual-beli; transaksi yang mengharuskan adanya penjual (al-bai), pembeli (al-musytary), barang (al-mabi’), dan harga (tsaman). Pengertian jual-beli adalah saling menukar harta dengan harta yang sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat.

5. Bai’ul batil, jual-beli yang batal; apabila salah satu atau seluruh rukunnya tidak terpenuhi, atau jual-beli itu pada dasar dan sifatnya tidak disyaratkan, seperti jual-beli yang dilakukan anak-anak, orang gila, atau barang yang dijual itu barang-barang yang diharmkan syara’, seperti bangkai, darah, babi, dan khamr.

6. Baiul fudhuli, jual beli yang memberikan mandat kekuasaan kepada orang lain untuk melkaukan transaksinya.

7. Bai’ul gharar, jual beli yang mengandung tipuan; contohnya jual-beli benda yang tidak mungkin bisa diserahkan, jual buah yang masih di pohon dan belum matang, jual-beli dengan melempar batu (ba’i al-hashah), dan sebagainya. Setiap transaksi dalam Islam harus didasarkan pada prinsip kerelaan antara keuda belah phak (sama-sama ridha). Mereka harus mempunyai informasi yang sama (complete information) sehingga tidak ada pihak yang merasa dicurangi/ditipu karena ada sesuatu yang unknown to one party (salah satu pihak tidak mengetahui informasi yang diketahui pihak lain, ini merukan asymmetric information).

8. Bai’ul isthishna, kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang menurut spesifikasi yang tela disepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir. Kedua belah pihak bersepakat atas harga serta sistem pembayaran, apakah pembayaran dilakukan di muka melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai suatu waktu pada masa yang akan datang. Istishna’ adalah kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang (shani’), shani’ menerima pesanan dari pembeli (mustashni’)  untuk membuat barang dengan spesifikasi yang telah disepakati.

9. Bai’ul mu’athah, jual-beli tanpa ijab-kabul yang diucapkan.

10. Bai’ul murabahah, jual-beli barang pada harga asal (harga pokok) dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam bai’ murabahah, penjual harus membei tahu harga produk yang ia beli dan menentukan tingkat keuntungan sebagai tambahannya.

11. Bai ‘us Salam, forward sale, jual-beli barang yang diserahkan di kemudian hari sementara pembayaran diakukan di muka. Penjualan ini akan bermanfaat baik bagi penjual maupun pembeli. Bagi penjual ia dapat memperoleh danan pembayaran di muka yang dapat dipergunakan untuk melakukan proses produksi, sedangkan bagi pembeli akan memperoleh kepastian harga beli untuk barang yang akan dibeli di masa yang akan datang.

12. Bai’us sharf, jual-beli mata uang dengan mata uang lainnya, termasuk emas dengan emas (money charger).

13. Bai’ul ‘urbun, jual beli yang bentuk nya dilakukan melalui perjanjian. Pembeli membeli sebuah barang dan uangnya yang seharga barang diserahkan kepada penjual, dengan syarat apabila pembeli tertarik dan setuju, uang yang telah diberikan kepada penjual menjadi hibat bagi penjual --- termasuk jual-beli yang dilarang.

14. Bai’ul wafa’, jual-beli yang dilangsungkan oleh dua pihak yang diiringi dengan syarat bahwa barang yang dijual itu dapat dibeli kembali oleh penjual apabila tenggang waktu yang ditentukan telah tiba.

15. Al-bai’bitsaman ajil, jual beli dengan pembayaran tangguh.

16. Baitul mal, lembaga negara yang mengelola penerimaan dan pengeluaran negara yang bersumber dari zakat, kharaj, jizyah, fa’i ghanimah, kaffarat, wakaf, dan lain-lain dan ditasyarufkan untuk kepentingan umat.

17. Bank markazi, central bank, bank sentral; dalam perekonomian konvensional, bank sentral memiliki pengaruh signifikan, walaupun secara tidak langsung, terhadap arah tingkat harga, output, dan nilai tukar uang suat negara. Mereka mengendalikan penawaran akan uang, kredit bank, serta menentukan tingkat suku bunga, arus kredit, dan perkembangan sektor finansial pada sebuah perekonomian. Bank sentral juha mampu mengendalikan jumlah maksimum suku bunga yang dapat dibayarkan terhadap jumlah simpanan tertentu kepada bank-bank dan menentukan proporsi saham yang dapat dibeli mealui kredit. Dalam hal-hal tertentu, bank sentral memiliki kekuasaan mengendalikan kredit komersial, kredit perumahan, dan kredit konstruksi lainnya.

18. Bank as-syariah, bank syariah; bank yang kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip syariah/hukum Islam --- dikenal juga dengan bnak Islam. Yang dimaksud dengan prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lain yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual-beli barang dengan memperoleh keuntungan (mduharabah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemndahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).

19. Bathil, batal, tidak sesuai dengan syariah Islam (ilegal); transaksi yang dilakukan oleh lembaga keuangan syariah akan menjadi batil jika syarat dan rukunnya tidak terpenuhi serta bertentangan dengan syariah Islam.

20. Bithoqotul I’timan, Credit card, kartu kredit; pemegang kartu kredit adalah nasabah bank. Ketika nasabah menggunakan kartu kredit yang dimilikinya untuk melakukan pembayaran ataupun pengambilan uang tunai, berarti nasabah menjadi debitur (nasabah peminjam) bank pemilik kartu kredit tersebut. Dana yang digunakan nasabah tersebut adalah milikik bank, dan ketika nasabah memanfaatkannya berarti nasabah tersebut meminjam kepada bank.


0 komentar:

Post a Comment