Sikap Dalam Menangani Sampah
(Artikel ini telah terbit di Harian Analisa, pada tahun 2013, oleh: Satria Dwi Saputro)
Sampah, siapa yang tak kenal dengan kata ini hampir seluruh orang tahu apa itu sampah, bagaimana bentuknya, dan dampak negatif adanya sampah. Dan kata “Sampah” sering dikonotasikan dengan hal-hal yang negatif atau buruk. Pernah dengarkah istilah “sampah masyarakat” yang disamakan dengan prilaku manusia yang sering berbuat onar, tidak mau mengikuti norma yang berlaku, dan membuat keresahan di kalangan masyarakat. Sembari dari itu penulis tidak merujukkan istilah sampah menjadi hal yang akut untuk disamakan dengan prilaku buruk manusia tentang melanggar norma hingga diberi gelar seperti itu.
Indonesia adalah negara yang mempunyai kependudukan terbanyak ke lima setelah India, Cina, Amerika Serikat dan Brazil. Yang Indonesia mempunyai segudang provinsi mencapai 33 provinsi. Disetiap provinsi bisa mempunyai 20 sampai 30 kabupaten dan kota dalam otonomi membangun untuk sejahtera. Begitu besarnya populasi manusia di Indonesia menjadikan kesinambungan dengan problema yang dihadapi masyarakat dan pemimpin dari pusat sampai daerah. Merujuk dari banyaknya masalah yang dihadapi masyarakat diantaranya: maraknya perampokan dijalanan, masalah kenyamanan transportasi, BBM naik, gas naik, mahalnya berobat dan banyak lainnya. Tetapi salah satu masalah yang selalu dikeluhkan masyarakat untuk dicatat bersama ialah “sampah”.
Polemik sampah bukanlah sesuatu hal mudah untuk di atasi pemimpin manapun dalam menanggulanginya menggunungnya sampah sampai mampu membentuk pulau kecil. Sampah yang bisa terbagi menjadi dua yakni sampai organik menjadi kualifikasi pembagian dari yang dihasilkan alam berupa dedaunan, sisa makanan atau yang lainnya dan kedua ialah sampah an-organik yang menjadi kendala serius dalam menghasilkan keluhan masyarakat lainnya seperti yang dituliskan di atas.
Ibarat Bola Api
Penulis merasa sudah cukup banyak artikel membedah secara gamblang mengenai sampah tentang bagaimana penanganan yang baik sampai mengelola sampah menjadi ekonomi. Tetapi itu ternyata belum cukup juga untuk mengentaskan problema sampah yang menggunung tersebut. Banyak juga jargon untuk mengkampanyekan hidup sehat tanpa sampah seperti terlihat di sekolah-sekolah dari tingkat dasar sampai atas dengan bunyi “Buanglah Sampah Pada Tempatnya” atau “Kebersihan itu Sebagian Dari Iman”. Tetapi tetap menumpuknya sampah-sampah ditempat yang seharusnya tidak digenangi sampah yakni sungai dan parit-parit.
Memang sampah selalu juga disamakan dengan istilah kotor, jorok, dan membuat sesiapa saja melihatnya langsung menghindar dan itu memang benar. Penulis meminjam data dari Petungsewu Widllife Education Center (P-WEC) yang merilis bahwa Indonesia mengahasilkan sampah mencapai 11,330 ton per hari. Sampah yang dihasilkan perhari tersebut jika dibagi menjadi dua antara sampah organik dengan sampah anorganik maka hasilnya 50:50. Sampah organik mempunyai tingkat penguraian cukup cepat tetapi untuk sampah anorganik tidaklah sama penguraiannya seperti sampah organik.
Dari jumlah yang banyak tersebut tersebar sampah-sampah yang tidak pada tempatnya ia sebenarnya berada seperti di sungai-sungai, parit-parit, dan disekitar lingkungan rumah. Kejadian seperti ini beranjak langsung dari perilaku manusia yang tidak mempunyai kepedulian terhadap penanganan sampah secara baik dan terarah. Timbul dari situ dengan keburukan penanganan sampah yang tidak tepat menjadikan mengularnya penyakit di kalangan masyarakat yang terletak di arel tempat sampah yang tidak pada tempatnya. Sering tampil dimedia-media cetak mengenai penyakit yang diderita warga baik alergi, diare bahkan penyakit berbahaya yang menyebabkan kematian. Ini menjadi cacatan penting bagi pemerintah dan warga.
lingkungan bersih siapa untung?
Adalah judul kecil di atas menjadi pembahasan selanjutnya dalam artikel ini mengenai betapa yang sebenarnya diinginkan manusia sebagai makhluk sosial adalah kerapian akan lingkungan. Menjad urgen untuk diketahui semua pihak bahwa masalah sampah menjadi sarapan masyarakat sehari-hari sekarang ini sebelum memulai aktivitasnya. Kejadian ini tidaklah terjadi begitu saja kenapa sampah begitu mudah ditemui dimana saja yang diakibatkan oleh ketidakpedulian manusia itu sendiri. Minimnya rasa tanggung jawab dalam melihat dampak kedepan menjadi persoalan penting yang perlu ditelaah. Banyak orang-orang yang membuag sampah sembarangan dikarenakan berpikir pendek dengan menimbulkan istilah kata “sepele” terhadap yang diperbuatnya dan berharap ada orang lain yang membersihkannya.
Pemerintah selaku pemimpin Negara sudah cukup capek menuliskan himbauan-himbauan untuk hidup bersih tanpa sampah atau menjaga lingkungan dengan membuang sampah ditempatnya. Namun usaha pemerintah tersebut jika tidak disambut estapet dari masyarakat dan pengusaha tidaklah menjadi usaha yang berbuah dimasa datang teapi hanya sebuah usaha yang kan lenyap dengan segara.
Manusia dalam pepatah arab dijelaskan bahwa adalah Binatang Yang Berpikir. Yang dari pepatah itu memberikan nilai lebih terhadap manusia sebagai penyeimbang alam dan manusia dalam mengolah hadian Tuhan untuk dimanfaatkan sebaik mungkin dengan tentunya menimbulkan sikap kepedulian.
Cukup banyak juga sebagian orang yang turut serta dalam pembersihan lingkungan yang patut diberi hormat tetapi lebih dari itu sebagian manusia yang lain haruslah meneruskan apa yang diperbuat untuk membersihkan lingkungan dari sampah supaya dapat mengurangi efek dari global warming yang sudah berkepanjangan mengunyah kehidupan menjadi buruk
Diakhir penulis ingin menandaskan sedikit bahwa jikalau tidak mampu mengolah sampah menjadi uang, atau jikalau takut jorok dalam membersihkan sampah, maka cukuplah tanamkan rasa untuk membuang sampah pada tempatnya. Karena lingkungan bersih ialah untuk semua makhluk hidup.
Sampah, siapa yang tak kenal dengan kata ini hampir seluruh orang tahu apa itu sampah, bagaimana bentuknya, dan dampak negatif adanya sampah. Dan kata “Sampah” sering dikonotasikan dengan hal-hal yang negatif atau buruk. Pernah dengarkah istilah “sampah masyarakat” yang disamakan dengan prilaku manusia yang sering berbuat onar, tidak mau mengikuti norma yang berlaku, dan membuat keresahan di kalangan masyarakat. Sembari dari itu penulis tidak merujukkan istilah sampah menjadi hal yang akut untuk disamakan dengan prilaku buruk manusia tentang melanggar norma hingga diberi gelar seperti itu.
Indonesia adalah negara yang mempunyai kependudukan terbanyak ke lima setelah India, Cina, Amerika Serikat dan Brazil. Yang Indonesia mempunyai segudang provinsi mencapai 33 provinsi. Disetiap provinsi bisa mempunyai 20 sampai 30 kabupaten dan kota dalam otonomi membangun untuk sejahtera. Begitu besarnya populasi manusia di Indonesia menjadikan kesinambungan dengan problema yang dihadapi masyarakat dan pemimpin dari pusat sampai daerah. Merujuk dari banyaknya masalah yang dihadapi masyarakat diantaranya: maraknya perampokan dijalanan, masalah kenyamanan transportasi, BBM naik, gas naik, mahalnya berobat dan banyak lainnya. Tetapi salah satu masalah yang selalu dikeluhkan masyarakat untuk dicatat bersama ialah “sampah”.
Polemik sampah bukanlah sesuatu hal mudah untuk di atasi pemimpin manapun dalam menanggulanginya menggunungnya sampah sampai mampu membentuk pulau kecil. Sampah yang bisa terbagi menjadi dua yakni sampai organik menjadi kualifikasi pembagian dari yang dihasilkan alam berupa dedaunan, sisa makanan atau yang lainnya dan kedua ialah sampah an-organik yang menjadi kendala serius dalam menghasilkan keluhan masyarakat lainnya seperti yang dituliskan di atas.
Ibarat Bola Api
Penulis merasa sudah cukup banyak artikel membedah secara gamblang mengenai sampah tentang bagaimana penanganan yang baik sampai mengelola sampah menjadi ekonomi. Tetapi itu ternyata belum cukup juga untuk mengentaskan problema sampah yang menggunung tersebut. Banyak juga jargon untuk mengkampanyekan hidup sehat tanpa sampah seperti terlihat di sekolah-sekolah dari tingkat dasar sampai atas dengan bunyi “Buanglah Sampah Pada Tempatnya” atau “Kebersihan itu Sebagian Dari Iman”. Tetapi tetap menumpuknya sampah-sampah ditempat yang seharusnya tidak digenangi sampah yakni sungai dan parit-parit.
Memang sampah selalu juga disamakan dengan istilah kotor, jorok, dan membuat sesiapa saja melihatnya langsung menghindar dan itu memang benar. Penulis meminjam data dari Petungsewu Widllife Education Center (P-WEC) yang merilis bahwa Indonesia mengahasilkan sampah mencapai 11,330 ton per hari. Sampah yang dihasilkan perhari tersebut jika dibagi menjadi dua antara sampah organik dengan sampah anorganik maka hasilnya 50:50. Sampah organik mempunyai tingkat penguraian cukup cepat tetapi untuk sampah anorganik tidaklah sama penguraiannya seperti sampah organik.
Dari jumlah yang banyak tersebut tersebar sampah-sampah yang tidak pada tempatnya ia sebenarnya berada seperti di sungai-sungai, parit-parit, dan disekitar lingkungan rumah. Kejadian seperti ini beranjak langsung dari perilaku manusia yang tidak mempunyai kepedulian terhadap penanganan sampah secara baik dan terarah. Timbul dari situ dengan keburukan penanganan sampah yang tidak tepat menjadikan mengularnya penyakit di kalangan masyarakat yang terletak di arel tempat sampah yang tidak pada tempatnya. Sering tampil dimedia-media cetak mengenai penyakit yang diderita warga baik alergi, diare bahkan penyakit berbahaya yang menyebabkan kematian. Ini menjadi cacatan penting bagi pemerintah dan warga.
lingkungan bersih siapa untung?
Adalah judul kecil di atas menjadi pembahasan selanjutnya dalam artikel ini mengenai betapa yang sebenarnya diinginkan manusia sebagai makhluk sosial adalah kerapian akan lingkungan. Menjad urgen untuk diketahui semua pihak bahwa masalah sampah menjadi sarapan masyarakat sehari-hari sekarang ini sebelum memulai aktivitasnya. Kejadian ini tidaklah terjadi begitu saja kenapa sampah begitu mudah ditemui dimana saja yang diakibatkan oleh ketidakpedulian manusia itu sendiri. Minimnya rasa tanggung jawab dalam melihat dampak kedepan menjadi persoalan penting yang perlu ditelaah. Banyak orang-orang yang membuag sampah sembarangan dikarenakan berpikir pendek dengan menimbulkan istilah kata “sepele” terhadap yang diperbuatnya dan berharap ada orang lain yang membersihkannya.
Pemerintah selaku pemimpin Negara sudah cukup capek menuliskan himbauan-himbauan untuk hidup bersih tanpa sampah atau menjaga lingkungan dengan membuang sampah ditempatnya. Namun usaha pemerintah tersebut jika tidak disambut estapet dari masyarakat dan pengusaha tidaklah menjadi usaha yang berbuah dimasa datang teapi hanya sebuah usaha yang kan lenyap dengan segara.
Manusia dalam pepatah arab dijelaskan bahwa adalah Binatang Yang Berpikir. Yang dari pepatah itu memberikan nilai lebih terhadap manusia sebagai penyeimbang alam dan manusia dalam mengolah hadian Tuhan untuk dimanfaatkan sebaik mungkin dengan tentunya menimbulkan sikap kepedulian.
Cukup banyak juga sebagian orang yang turut serta dalam pembersihan lingkungan yang patut diberi hormat tetapi lebih dari itu sebagian manusia yang lain haruslah meneruskan apa yang diperbuat untuk membersihkan lingkungan dari sampah supaya dapat mengurangi efek dari global warming yang sudah berkepanjangan mengunyah kehidupan menjadi buruk
Diakhir penulis ingin menandaskan sedikit bahwa jikalau tidak mampu mengolah sampah menjadi uang, atau jikalau takut jorok dalam membersihkan sampah, maka cukuplah tanamkan rasa untuk membuang sampah pada tempatnya. Karena lingkungan bersih ialah untuk semua makhluk hidup.