Ada sebuah pepatah lama yang berbunyi: “Kebersihan itu Pangkal Kesehatan”. Pepatah tersebut menyampaikan pesan kepada semuanya agar dapat hidup bersih sebab penyakit tidak akan pernah berani menyerang. Bersih yang dimaksud tidak hanya ditujukan untuk selalu pandai menjaga kebersihan diri saja tetapi juga harus pandai menjaga lingkungan agar tidak ikut-ikutan kotor atau tercemar.
Lingkungan bagi manusia adalah satu kesatuan yang tak dapat terpisahkan satu sama lain. Sebab manusia yang hidup dalam tatanan sosial pasti mempunyai lingkungan yang menjadi penyokong mereka dapat hidup tentram dan jauh dari masalah. Jikalau lingkungan tempat para manusia dihinggapi oleh berbagai masalah seperti banyaknya orang-orang yang dengan mudahnya membuang sampah sembarangan di sungai, selokan, dan tepi jalan. Yakinnya lingkungan tersebut tidak lagi dapat membuat nyaman orang-orang yang tinggal disitu karena lingkungan yang tercemar tersebut telah mendatangkan masalah seperti bau dari sampah, sungai yang kotor, banyaknya nyamuk, dan banjir yang kesemua itu tidak diinginkan oleh siapapun menimpanya. Maka dari itu menumbuhkan rasa malu dapat menjadi solusi bagi semuanya kembali menata lingkungannya agar kembali asri dan nyaman untuk di tinggali.
Rasa malu adalah suatu sifat yang seharusnya wajib dimiliki dan diterapkan oleh semua orang. Banyaknya orang yang mempunyai rasa malu menjadikan setiap tindakannya penuh dengan kehati-hatian dan mengikuti norma yang berlaku. Ramainya orang-orang yang hidup dalam kesemerautan dengan merusak lingkungannya adalah bagian dari kumpulan orang-orang yang tidak lagi mempunyai rasa malu melihat lingkungannya menjadi rusak. Sehingga akibatnya akan merugikan siapa saja yang tinggal dalam lingkungan yang rusak tersebut.
Memudarnya sikap rasa malu bagi sebagian dari orang-orang memang sudah sangat jelas di saat ini. Terinspirasi dari apa yang pernah penulis alami melihat orang-orang yang tinggal di lingkungan tempat saya melakukan aktivitas yang di antara dari mereka begitu mudahnya meletakkan sampah makanan dan minumannya begitu saja di jalanan dan dibuang ke selokan. Padahal belum tentu tumpukan sampah yang diletakkan disembarang tempat tersebut akan diangkut oleh para petugas kebersihan lingkungan kota. Yang akibatnya lambat laun sampah tersebut akan mendatangkan penyakit yang berupa aroma tidak sedap yang dihirup oleh orang-orang yang melintasi area tumpukan sampah tersebut.
Hal ini tentunya bisa menjadi kebiasaan buruk yang dapat dengan mudah dilakukan siapapun tanpa ada rasa bersalah mengotori lingkungannya karena merasa sudah prilaku tersebut lumrah terjadi di masyarakat. Menyadari ini kembali mendidik dan memberikan pengajaran kepada para masyarakat dengan memberikan penyuluhan tentang akibat buruk yang terjadi jika lingkungan tercemar. Dan juga peran berbagai civitas akademisi seperti sekolah dan kampus mempunyai dampak yang cukup besar untuk dapat memberikan contoh kepada para siswa dan juga mahasiswa dalam berbagai kegiatan belajar memberikan wawasan untuk menyayangi lingkungan dan menanamkan rasa malu kalau merusak lingkungan. Dapat menyadari ini diterima atau tidak dampak yang diterima sangat besar pengaruhnya bagi masyarakat yang akhirnya tak lagi kita melihat ada orang-orang yang membuang sampah di sungai, selokan, dan pinggiran jalan. Tak lagi kita melihat orang-orang yang tak acuh terhadap lingkungannya dan kita akan sering melihat semua orang malu untuk mencemari lingkungannya.
Hal ini sangat perlu untuk dikaji oleh siapapun mengenai rasa malu yang wajib dijalankan dalam berkehidupan bermasyarakat. Kebiasaan yang berlaku di tengah-tengah masyarakat dapat menjadi adat yang mengakar kuat sulit untuk dilepaskan. Jika kebiasaan tersebut adalah kebiasaan baik dengan contoh kecilnya adanya sikap gotong royong dan rasa untuk menjaga di masyarakatnya, tentunya lingkungannya akan selalu asri dan jauh dari kata “tercemar”. Sebaliknya, bila pemimpin tidak memberikan contoh untuk menggalakkan gotong royong dan tak peduli dengan lingkungannya. Hasilnya masyarakat yang dipimpinnya juga akan bersifat acuh tak acuh terhadap lingkungan mereka dari itu tidak akan mempunyai rasa malu untuk membuang sampah tidak pada tempatnya.
Kita tentu menyadari bahwa mengajak orang lain untuk mempunyai rasa malu agar tidak merusak lingkungan memang sangat sulit. Tapi dapat dengan mudah dilakukan jikalau diri kita sendiri yang mempraktekkannya langsung dalam aktivitas kehidupan kita. Ini tentunya dapat menjadi contoh bagi para teman-teman, tetangga, dan orang-orang yang selalu melihat kita yang sudah menumbuhkan rasa malu melihat lingkungan yang tercemar. Dari timbulnya kesadaran terhadap diri sendiri menjadi sangat efektif untuk mengkampanyekan kepada orang-orang disekitar kita agar peduli dengan lingkungan dan malu melakukan hal-hal yang dapat merusak lingkungan. Sehingga apa efek dari lingkungan yang bersih memang benar-benar dapat dirasakan yaitu terhindar dari menyengatnya bau sampah di selokan, jauh dari penyakit, dan dapat menurunkan insensitas stres dari himpitan pekerjaan.
Sehingga dibagian akhir dari artikel ini, penulis mengajak semuanya agar dapat kembali merubah mindset berpikir untuk malu merusak dan mencemari lingkungannya. Karena apa yang ditanam oleh perbuatan kita pada akhirnya kita sendirilah yang akan menuainya dan merasakannya.
Oleh: Satria Dwi Saputro
(Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Ekonomi Perbankan Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, IAIN-SU)
Lingkungan bagi manusia adalah satu kesatuan yang tak dapat terpisahkan satu sama lain. Sebab manusia yang hidup dalam tatanan sosial pasti mempunyai lingkungan yang menjadi penyokong mereka dapat hidup tentram dan jauh dari masalah. Jikalau lingkungan tempat para manusia dihinggapi oleh berbagai masalah seperti banyaknya orang-orang yang dengan mudahnya membuang sampah sembarangan di sungai, selokan, dan tepi jalan. Yakinnya lingkungan tersebut tidak lagi dapat membuat nyaman orang-orang yang tinggal disitu karena lingkungan yang tercemar tersebut telah mendatangkan masalah seperti bau dari sampah, sungai yang kotor, banyaknya nyamuk, dan banjir yang kesemua itu tidak diinginkan oleh siapapun menimpanya. Maka dari itu menumbuhkan rasa malu dapat menjadi solusi bagi semuanya kembali menata lingkungannya agar kembali asri dan nyaman untuk di tinggali.
Rasa malu adalah suatu sifat yang seharusnya wajib dimiliki dan diterapkan oleh semua orang. Banyaknya orang yang mempunyai rasa malu menjadikan setiap tindakannya penuh dengan kehati-hatian dan mengikuti norma yang berlaku. Ramainya orang-orang yang hidup dalam kesemerautan dengan merusak lingkungannya adalah bagian dari kumpulan orang-orang yang tidak lagi mempunyai rasa malu melihat lingkungannya menjadi rusak. Sehingga akibatnya akan merugikan siapa saja yang tinggal dalam lingkungan yang rusak tersebut.
Memudarnya sikap rasa malu bagi sebagian dari orang-orang memang sudah sangat jelas di saat ini. Terinspirasi dari apa yang pernah penulis alami melihat orang-orang yang tinggal di lingkungan tempat saya melakukan aktivitas yang di antara dari mereka begitu mudahnya meletakkan sampah makanan dan minumannya begitu saja di jalanan dan dibuang ke selokan. Padahal belum tentu tumpukan sampah yang diletakkan disembarang tempat tersebut akan diangkut oleh para petugas kebersihan lingkungan kota. Yang akibatnya lambat laun sampah tersebut akan mendatangkan penyakit yang berupa aroma tidak sedap yang dihirup oleh orang-orang yang melintasi area tumpukan sampah tersebut.
Hal ini tentunya bisa menjadi kebiasaan buruk yang dapat dengan mudah dilakukan siapapun tanpa ada rasa bersalah mengotori lingkungannya karena merasa sudah prilaku tersebut lumrah terjadi di masyarakat. Menyadari ini kembali mendidik dan memberikan pengajaran kepada para masyarakat dengan memberikan penyuluhan tentang akibat buruk yang terjadi jika lingkungan tercemar. Dan juga peran berbagai civitas akademisi seperti sekolah dan kampus mempunyai dampak yang cukup besar untuk dapat memberikan contoh kepada para siswa dan juga mahasiswa dalam berbagai kegiatan belajar memberikan wawasan untuk menyayangi lingkungan dan menanamkan rasa malu kalau merusak lingkungan. Dapat menyadari ini diterima atau tidak dampak yang diterima sangat besar pengaruhnya bagi masyarakat yang akhirnya tak lagi kita melihat ada orang-orang yang membuang sampah di sungai, selokan, dan pinggiran jalan. Tak lagi kita melihat orang-orang yang tak acuh terhadap lingkungannya dan kita akan sering melihat semua orang malu untuk mencemari lingkungannya.
Hal ini sangat perlu untuk dikaji oleh siapapun mengenai rasa malu yang wajib dijalankan dalam berkehidupan bermasyarakat. Kebiasaan yang berlaku di tengah-tengah masyarakat dapat menjadi adat yang mengakar kuat sulit untuk dilepaskan. Jika kebiasaan tersebut adalah kebiasaan baik dengan contoh kecilnya adanya sikap gotong royong dan rasa untuk menjaga di masyarakatnya, tentunya lingkungannya akan selalu asri dan jauh dari kata “tercemar”. Sebaliknya, bila pemimpin tidak memberikan contoh untuk menggalakkan gotong royong dan tak peduli dengan lingkungannya. Hasilnya masyarakat yang dipimpinnya juga akan bersifat acuh tak acuh terhadap lingkungan mereka dari itu tidak akan mempunyai rasa malu untuk membuang sampah tidak pada tempatnya.
Kita tentu menyadari bahwa mengajak orang lain untuk mempunyai rasa malu agar tidak merusak lingkungan memang sangat sulit. Tapi dapat dengan mudah dilakukan jikalau diri kita sendiri yang mempraktekkannya langsung dalam aktivitas kehidupan kita. Ini tentunya dapat menjadi contoh bagi para teman-teman, tetangga, dan orang-orang yang selalu melihat kita yang sudah menumbuhkan rasa malu melihat lingkungan yang tercemar. Dari timbulnya kesadaran terhadap diri sendiri menjadi sangat efektif untuk mengkampanyekan kepada orang-orang disekitar kita agar peduli dengan lingkungan dan malu melakukan hal-hal yang dapat merusak lingkungan. Sehingga apa efek dari lingkungan yang bersih memang benar-benar dapat dirasakan yaitu terhindar dari menyengatnya bau sampah di selokan, jauh dari penyakit, dan dapat menurunkan insensitas stres dari himpitan pekerjaan.
Sehingga dibagian akhir dari artikel ini, penulis mengajak semuanya agar dapat kembali merubah mindset berpikir untuk malu merusak dan mencemari lingkungannya. Karena apa yang ditanam oleh perbuatan kita pada akhirnya kita sendirilah yang akan menuainya dan merasakannya.
Oleh: Satria Dwi Saputro
(Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Ekonomi Perbankan Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, IAIN-SU)
0 komentar:
Post a Comment