Dikutip sepenuhnya dari buku Kamus Istilah Ekonomi Islam (Istilah-Istilah Populer dalam Perbankan, Bursa Saham, Multifinance, dan Asuransi Syariah) karya Ahmad Subagyo, tahun terbit 2009, oleh penerbit: PT Elex Media Komputindo.
1. Kasab, berusaha; kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan rezeki secara halal dan thoyyib.
2. Khashm, discount: rabat: potongan harga.
3. Khiyar al-aib, Hak yang ada pada pihak yang melakukan akad untuk membatalkan atau meneruskan akad bilamana ditemukan aib pada barang yang ditukar atau alat tukarnya (harga) yang disepakati sementara si empunya tidak tahu tentang hal itu pada saat akad berlangsung. Persoalan ini muncul bilamana barang yang ditransaksikan itu cacat atau nilai alat penukarnya berhutang dan semua itu tidak diketahui si empunya. Ketetapan adanya khiyar ini dapat diketahui secara terang-terangan atau secaa implisit. Dalam setiap transaksi, pihak yang terlibat secara implisit menghendaki agar barang dan penukarnya bebas dar cacat. Hal ini masuk akal karena pertukaran itu harus dilangsungkan secara suka sama suka dan ini hnya mungkin jika barang dan penukar nya tidak cacat.
4. Khiyar al-majlis, hak pilih dari pihak yang melangsungkan akad untuk membatalkan (mem-fasakh) kontrak selama mereka masih berada di tempat diadakannya kontrak (majlis akad) dan belum berpisah secara fisik. Khiyar ini terbatas hanya pada akad-akad yang diselenggarkan oleh dua pihak, seperti akad muawazhot dan ijarah. Mazhab yang sangat vokal membela kedudukan khiyar majlis adalah Syafi’i dan Hambali, sementara mazhab Maliki dan Hanafi menentang keberadaan khiyar majlis dalam akad.
5. Khiyar ru’yah, hak pembeli untuk melanjutkan transaksi atau membatalkannya ketika melihat (ru’yah) barang yang akan ditransaksikan. Hal ini terjadi manakala pada saat akad dilakukan barang yang ditransaksikan tidak ada di tempat sehingga pembeli tidak melihatnya. Jika ia telah melihatnya khiyar ru’yah nya menjadi hangus dan tidak berlaku. Khiyar ru’yah, seperti halnya khiyar-khiyar yang telah dijelaskan di depan, berlaku hanya pada akad yang lazim mengandung potensi untuk dibatalkan seperti jual-beli barang yang sudah siap ditempat dan ijarah. Adapun jual beli barang yang belum siap dan hanya diberitahukan lewat ciri-cri dan sifatnya, seperti dalam akad salam, khiyar ru’yah tidak berlaku.
6. Khiyar syart, hak masing-masing pihak yang menyelenggarakan akad untuk melanjutkan atau membatalkan akad dalam jangka waktu tertentu. Sebagai contoh, dalam suatu transaksi jual beli seorang pembeli berkata kepada penjual: Aku membeli barang ini dari kamu dengan syarat aku diberi khiyar selama sehari atau tiga hari. Khiyar ini dilakukan karena si pembeli perlu waktu untuk mempertimbangkan masak-masak pembelian ini. Ia juga perlu mendapatkan kesempatan untuk mencari orang yang lebih ahli untuk dimintai pendapatnya mengenai barang yang akan dibeli sehingga terhindar dari kerugian atau penipuan.
7. Khiyaru ta’yin, hak yang dimiliki orang yang menyelenggarakan akad (terutama pembeli) untuk menjatuhkan pilihan di antara tiga sifat barang yang ditransaksikan. Barang yang dijual biasanya memiliki tiga kualitas, yaitu biasa, menengah, dan istimewa. Pembeli diberikan hak pilih (ta’yin) untuk mendapatkan barang yang terbaik menurut penilaiannya sendiri tanpa mendapatkan tekanan dari manapun juga. Khiyar ini pun hanya berlaku bagi akad-akad muawazhat, yaitu akad-akad yang mengandung tukar balik seperti macam-macam jual-beli dan hibah.
8. Khiyar, secara bahasa khiyar berarti pilihan. Dalam transaksi jual-beli pihak pembeli ataupun penjual memiliki pilihan untuk menentukan apakah mereka betul-betul akan membeli atau menjual, membatalkannya dan atau menentukan pilihan di antara barang yang ditawarkan. Dalam fikih muamalah, pilihan untuk meneruskan atau membatalkan dan menjatuhkan pilihan di antara barang yang ditawarkan jika dalam transaksi itu ada beberapa item yang harus dipilih disebut khiyar. Hak pilih bagi salah satu atau kedua belah pihak yang melakukan transaksi untuk melangsungkan atau membatalkan transaksi yang disepakati.
9. Kafalah, penjaminan; dengan asumsi bahwa jika terjadi kegagalan orang yang berutang secara prinsip akan melaksanakan kewajibannya.
10. Kafalatul munjazah, jaminan mutlak yang tidak dibatasi oleh jangka waktu dan untuk kepentingan atau tujuan tertentu, seperti dalam bentuk performance bonds’ (jamnan presentasi).
11. Kafil, guarantor, penanggung, penjamin; pihak yang memberikan jaminan untuk menanggung kewajiban pihak lain dalam akad kafalah.
12. Kasad, depreciation, depresiasi; suatu tahap dari siklus ekonomi yang ditandai oleh penurunan tingkat ekonomi. Tingkat outpun dan investasi riil sangat rendah dan tingkat pengangguran sangat tinggi. Suatu depresi terutama disebabkan oleh penurunan permintaan agregat dan dapat diatasi dengan kebijakan fiskal dan moneter ekspansioner.
13. Addaf’u qimatal ijar, pembayaran sewa guna usaha; jumlah uang yang harus dibayar secara berkala oleh lessee kepada lessor selama jangka waktu yang telah disetujui bersama sebaai imbalan penggunaan barang modal berdasarkan perjanjian sewa guna usaha.
14. Duyunul ijar, piutang sewa guna usaha; jumlah seluruh pembayaran sewa guna usaha seama masa guna usaha.
15. Muddatul aqdil ijar, masa sewa guna usaha; jangka waktu sewa guna usaha dimulai sejak diterimanya barang modal yang disewa guna usaha oleh lessee sampai dengan perjanjian sewa guna usaha berakhir.
16. Ijar, sewa guna usaha; kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara finance lease maupun operating lease untuk digunakan oleh penyewa guna usaha selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.
17. Maisir, setiap tindakan atau permainan yang bersifat untung-untungan/spekulatif yang dimaksudkan untuk mendapatkan keuntungan materi. Tindakan seperti ini membawa dampak terjadinya praktik kepemilikan harta secara bathil.
18. Malul mitsli, harta yang ada jenisnya di pasaran, yang bisa ditimbang atau ditakar, seperti gandum, beras, kapas, besi, dll.
19. Malul mubah, harta yang tidak dimiliki oleh siapapun dan pihak manapun. Harta semacam ini dimanfaatkan oleh setiap orang dengan syarat tidak merusak kelestarian alam/lingkungan, seperti aiar di sumbernya, hewan buruan, kayu di hutan belantara, dan lain-lain.
20. Malus samar, harta yang menghasilkan, pembagian harta (mal) yang dilihat dari aspek perkembangan atau tidaknya harta itu. Contohnya; rumah yang disewakan, pohon yang berbuah, dan kambing atau sapi yang memberikan susu.
1. Kasab, berusaha; kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan rezeki secara halal dan thoyyib.
2. Khashm, discount: rabat: potongan harga.
3. Khiyar al-aib, Hak yang ada pada pihak yang melakukan akad untuk membatalkan atau meneruskan akad bilamana ditemukan aib pada barang yang ditukar atau alat tukarnya (harga) yang disepakati sementara si empunya tidak tahu tentang hal itu pada saat akad berlangsung. Persoalan ini muncul bilamana barang yang ditransaksikan itu cacat atau nilai alat penukarnya berhutang dan semua itu tidak diketahui si empunya. Ketetapan adanya khiyar ini dapat diketahui secara terang-terangan atau secaa implisit. Dalam setiap transaksi, pihak yang terlibat secara implisit menghendaki agar barang dan penukarnya bebas dar cacat. Hal ini masuk akal karena pertukaran itu harus dilangsungkan secara suka sama suka dan ini hnya mungkin jika barang dan penukar nya tidak cacat.
4. Khiyar al-majlis, hak pilih dari pihak yang melangsungkan akad untuk membatalkan (mem-fasakh) kontrak selama mereka masih berada di tempat diadakannya kontrak (majlis akad) dan belum berpisah secara fisik. Khiyar ini terbatas hanya pada akad-akad yang diselenggarkan oleh dua pihak, seperti akad muawazhot dan ijarah. Mazhab yang sangat vokal membela kedudukan khiyar majlis adalah Syafi’i dan Hambali, sementara mazhab Maliki dan Hanafi menentang keberadaan khiyar majlis dalam akad.
5. Khiyar ru’yah, hak pembeli untuk melanjutkan transaksi atau membatalkannya ketika melihat (ru’yah) barang yang akan ditransaksikan. Hal ini terjadi manakala pada saat akad dilakukan barang yang ditransaksikan tidak ada di tempat sehingga pembeli tidak melihatnya. Jika ia telah melihatnya khiyar ru’yah nya menjadi hangus dan tidak berlaku. Khiyar ru’yah, seperti halnya khiyar-khiyar yang telah dijelaskan di depan, berlaku hanya pada akad yang lazim mengandung potensi untuk dibatalkan seperti jual-beli barang yang sudah siap ditempat dan ijarah. Adapun jual beli barang yang belum siap dan hanya diberitahukan lewat ciri-cri dan sifatnya, seperti dalam akad salam, khiyar ru’yah tidak berlaku.
6. Khiyar syart, hak masing-masing pihak yang menyelenggarakan akad untuk melanjutkan atau membatalkan akad dalam jangka waktu tertentu. Sebagai contoh, dalam suatu transaksi jual beli seorang pembeli berkata kepada penjual: Aku membeli barang ini dari kamu dengan syarat aku diberi khiyar selama sehari atau tiga hari. Khiyar ini dilakukan karena si pembeli perlu waktu untuk mempertimbangkan masak-masak pembelian ini. Ia juga perlu mendapatkan kesempatan untuk mencari orang yang lebih ahli untuk dimintai pendapatnya mengenai barang yang akan dibeli sehingga terhindar dari kerugian atau penipuan.
7. Khiyaru ta’yin, hak yang dimiliki orang yang menyelenggarakan akad (terutama pembeli) untuk menjatuhkan pilihan di antara tiga sifat barang yang ditransaksikan. Barang yang dijual biasanya memiliki tiga kualitas, yaitu biasa, menengah, dan istimewa. Pembeli diberikan hak pilih (ta’yin) untuk mendapatkan barang yang terbaik menurut penilaiannya sendiri tanpa mendapatkan tekanan dari manapun juga. Khiyar ini pun hanya berlaku bagi akad-akad muawazhat, yaitu akad-akad yang mengandung tukar balik seperti macam-macam jual-beli dan hibah.
8. Khiyar, secara bahasa khiyar berarti pilihan. Dalam transaksi jual-beli pihak pembeli ataupun penjual memiliki pilihan untuk menentukan apakah mereka betul-betul akan membeli atau menjual, membatalkannya dan atau menentukan pilihan di antara barang yang ditawarkan. Dalam fikih muamalah, pilihan untuk meneruskan atau membatalkan dan menjatuhkan pilihan di antara barang yang ditawarkan jika dalam transaksi itu ada beberapa item yang harus dipilih disebut khiyar. Hak pilih bagi salah satu atau kedua belah pihak yang melakukan transaksi untuk melangsungkan atau membatalkan transaksi yang disepakati.
9. Kafalah, penjaminan; dengan asumsi bahwa jika terjadi kegagalan orang yang berutang secara prinsip akan melaksanakan kewajibannya.
10. Kafalatul munjazah, jaminan mutlak yang tidak dibatasi oleh jangka waktu dan untuk kepentingan atau tujuan tertentu, seperti dalam bentuk performance bonds’ (jamnan presentasi).
11. Kafil, guarantor, penanggung, penjamin; pihak yang memberikan jaminan untuk menanggung kewajiban pihak lain dalam akad kafalah.
12. Kasad, depreciation, depresiasi; suatu tahap dari siklus ekonomi yang ditandai oleh penurunan tingkat ekonomi. Tingkat outpun dan investasi riil sangat rendah dan tingkat pengangguran sangat tinggi. Suatu depresi terutama disebabkan oleh penurunan permintaan agregat dan dapat diatasi dengan kebijakan fiskal dan moneter ekspansioner.
13. Addaf’u qimatal ijar, pembayaran sewa guna usaha; jumlah uang yang harus dibayar secara berkala oleh lessee kepada lessor selama jangka waktu yang telah disetujui bersama sebaai imbalan penggunaan barang modal berdasarkan perjanjian sewa guna usaha.
14. Duyunul ijar, piutang sewa guna usaha; jumlah seluruh pembayaran sewa guna usaha seama masa guna usaha.
15. Muddatul aqdil ijar, masa sewa guna usaha; jangka waktu sewa guna usaha dimulai sejak diterimanya barang modal yang disewa guna usaha oleh lessee sampai dengan perjanjian sewa guna usaha berakhir.
16. Ijar, sewa guna usaha; kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara finance lease maupun operating lease untuk digunakan oleh penyewa guna usaha selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.
17. Maisir, setiap tindakan atau permainan yang bersifat untung-untungan/spekulatif yang dimaksudkan untuk mendapatkan keuntungan materi. Tindakan seperti ini membawa dampak terjadinya praktik kepemilikan harta secara bathil.
18. Malul mitsli, harta yang ada jenisnya di pasaran, yang bisa ditimbang atau ditakar, seperti gandum, beras, kapas, besi, dll.
19. Malul mubah, harta yang tidak dimiliki oleh siapapun dan pihak manapun. Harta semacam ini dimanfaatkan oleh setiap orang dengan syarat tidak merusak kelestarian alam/lingkungan, seperti aiar di sumbernya, hewan buruan, kayu di hutan belantara, dan lain-lain.
20. Malus samar, harta yang menghasilkan, pembagian harta (mal) yang dilihat dari aspek perkembangan atau tidaknya harta itu. Contohnya; rumah yang disewakan, pohon yang berbuah, dan kambing atau sapi yang memberikan susu.
0 komentar:
Post a Comment