Akhir Juli
Berdentang waktu yang mengakhiri bulan hujan ini
Itu adalah bulan Juli yang hari-harinya dihiasi rintikan hujan
Turun menghanyutkan jiwa-jiwa yang telah lama dirundung sedih
Menambali seakan sayup air mata tiada lagi dapat berhenti
Bersama Juli yang akan tenggelam
Menunggu bulan yang baru.
2016.
Memutar Waktu
Sesal sedang memenjarakan diri dalam kelabu
Seakan hari esok adalah hukuman yang tak berujung
Membuat diri hanya duduk membisu dengan raut satu wajah
Sedih
Dalam menatapi hari-hari yang dihiasi masih pada penyesalan
Ada satu keinginan dalam hati untuk bisa keluar dari jeruji ini
Agar dapat merubahnya dihari ini akan menjadi baik lagi
Dengan memutar waktu pergi kemasa lalu.
2016.
Dikecup
Sekuntum mawar yang merahnya telah merona
Lama dirawat dengan curahan kasih sebagai pupuknya
Memanjakannya dengan senyum selalu dihadirkan setiap paginya
Sambil bersiul-siul pula diselingi kata dengan irama nyanyian
Dan pada malam yang telah larut meminta mawar itu tak lama terjaga
Dengan mengecupnya sebagai tanda esok telah menunggunya.
2016.
Alam, Maafkan . . .
Alam yang diselimuti deraian air mata
Sedih dikau meradang disakitin bertubi-tubi
Tiada ada waktu buat mu untuk bisa melepas tawa
Sampai akhirnya engkau pun marah sejadi-jadinya
Tumpah semua yang dikandung rahim bijaksana mu
Dalam luapan amarah yang siapapun tidak bisa menahannya
Meninggalkan bekas sedih pula yang menjalar kemana-mana
Oh alam berhentilah marah
Maafkanlah kebodohan orang-orang yang mencederaimu
Agar semua paham engkau pun butuh dilindungi.
Beranda Sanggar Pelangi, 2016.
Diselimuti Dingin
Tak lagi ada ucapan yang meluncur dari dua katub mulut ini
Yang sudah saling terkatub rapat dijahit dinginya suasana
Mata, bibir, hingga tangan dan kaki pun ikut bergetar
Bukan takut atau sakit tapi digelimangi bongkahan kesunyian yang membeku
Alhasil sekujur tubuhpun menjadi hanya duduk terdiam
Sambil berselimutkan dingin menanti ada cahaya yang melapisinya.
Beranda Sanggar Pelangi, 2016.
Sinabung
Gemuruh selalu terdengar dari kawah yang tak pernah tidur
Disambut goncangan yang membangkitkan jeritan orang-orang
Dari sebuah gunung yang dulunya dimukimi orang yang hidup
Sejak kawah itu menghembuskan deruan awas panas
Siapapun entah manusia maupun jin lari ketakutan
Menghindar sejauh kaki sanggup melangkah
Tinggal dalam kerumunan yang nasibnya sama
Sembari berdoa kesemua arah kiblat
Meminta pada Yang Kuasa
Untuk mendamaikan hati Sinabung yang kalut.
Beranda Sanggar Pelangi, 2016.
Perempatan Lampu Merah
Diperempatan lampu merah ada banyak sekali tontonan
Dari gejolak sosial yang hampir hilang dilupakan
Disitu ada senyum sumringah dalam kilauan sedih
Tiada yang bisa menyangkanya abadi mereka disana
Mereka yang hidup mencari nafkah di perempatan lampu merah
Harus dikelilingi rasa takut dikejar hingga ke lubang semut.
Beranda Sanggar Pelangi, 2016.
Berdentang waktu yang mengakhiri bulan hujan ini
Itu adalah bulan Juli yang hari-harinya dihiasi rintikan hujan
Turun menghanyutkan jiwa-jiwa yang telah lama dirundung sedih
Menambali seakan sayup air mata tiada lagi dapat berhenti
Bersama Juli yang akan tenggelam
Menunggu bulan yang baru.
2016.
Memutar Waktu
Sesal sedang memenjarakan diri dalam kelabu
Seakan hari esok adalah hukuman yang tak berujung
Membuat diri hanya duduk membisu dengan raut satu wajah
Sedih
Dalam menatapi hari-hari yang dihiasi masih pada penyesalan
Ada satu keinginan dalam hati untuk bisa keluar dari jeruji ini
Agar dapat merubahnya dihari ini akan menjadi baik lagi
Dengan memutar waktu pergi kemasa lalu.
2016.
Dikecup
Sekuntum mawar yang merahnya telah merona
Lama dirawat dengan curahan kasih sebagai pupuknya
Memanjakannya dengan senyum selalu dihadirkan setiap paginya
Sambil bersiul-siul pula diselingi kata dengan irama nyanyian
Dan pada malam yang telah larut meminta mawar itu tak lama terjaga
Dengan mengecupnya sebagai tanda esok telah menunggunya.
2016.
Alam, Maafkan . . .
Alam yang diselimuti deraian air mata
Sedih dikau meradang disakitin bertubi-tubi
Tiada ada waktu buat mu untuk bisa melepas tawa
Sampai akhirnya engkau pun marah sejadi-jadinya
Tumpah semua yang dikandung rahim bijaksana mu
Dalam luapan amarah yang siapapun tidak bisa menahannya
Meninggalkan bekas sedih pula yang menjalar kemana-mana
Oh alam berhentilah marah
Maafkanlah kebodohan orang-orang yang mencederaimu
Agar semua paham engkau pun butuh dilindungi.
Beranda Sanggar Pelangi, 2016.
Diselimuti Dingin
Tak lagi ada ucapan yang meluncur dari dua katub mulut ini
Yang sudah saling terkatub rapat dijahit dinginya suasana
Mata, bibir, hingga tangan dan kaki pun ikut bergetar
Bukan takut atau sakit tapi digelimangi bongkahan kesunyian yang membeku
Alhasil sekujur tubuhpun menjadi hanya duduk terdiam
Sambil berselimutkan dingin menanti ada cahaya yang melapisinya.
Beranda Sanggar Pelangi, 2016.
Sinabung
Gemuruh selalu terdengar dari kawah yang tak pernah tidur
Disambut goncangan yang membangkitkan jeritan orang-orang
Dari sebuah gunung yang dulunya dimukimi orang yang hidup
Sejak kawah itu menghembuskan deruan awas panas
Siapapun entah manusia maupun jin lari ketakutan
Menghindar sejauh kaki sanggup melangkah
Tinggal dalam kerumunan yang nasibnya sama
Sembari berdoa kesemua arah kiblat
Meminta pada Yang Kuasa
Untuk mendamaikan hati Sinabung yang kalut.
Beranda Sanggar Pelangi, 2016.
Perempatan Lampu Merah
Diperempatan lampu merah ada banyak sekali tontonan
Dari gejolak sosial yang hampir hilang dilupakan
Disitu ada senyum sumringah dalam kilauan sedih
Tiada yang bisa menyangkanya abadi mereka disana
Mereka yang hidup mencari nafkah di perempatan lampu merah
Harus dikelilingi rasa takut dikejar hingga ke lubang semut.
Beranda Sanggar Pelangi, 2016.
0 komentar:
Post a Comment