Air Mata
Menengadah kedua tangan ini setiap malam
Saat tiada suara lagi yang terdengar telinga
Dikala malam dideru hawa yang membekukan niat
Tergerak hati ingin mengadu pada Yang Kuasa
Menyampaiakan segenap maksud yang tak sanggup dikabulkan makhluk
Dengan rintih suara yang gemetar
Air mata pun perlahan jatuh menghempas bumi
Untuk meminta pada Nya
: Damaikanlah hati kami dari segala murka amarah.
Beranda Sanggar Pelangi, 2016.
Dimana Air itu?
Tak lagi ada air ludah yang bisa ditelan
Kala haus sudah mengeringkan kerongkongan dan mulut
Yang lelah berjalan dengan membawa kendi kosong
Menacari air yang telah lama hilang dari sumur
Terpaksa puluhan kilometer dilalui dengan rasa harap
Harap menanti akan menemukan air bersih
Yang bisa dibawa pulang untuk keluarga.
Beranda Sanggar Pelangi, 2016.
Linangan
Berlinang air mata itu dari mereka yang letih dengan kesengsaraan
Yang setiap hari tetap terus bekerja sampai tak tahu kapan beristirahat
Letih yang teramat membuat keringat tak henti turun membahasi baju
Dan tak sekalipun jua mereka marah dengan keadaan
Walau air mata itu terus menetes jatuh mencium tanah yang kering
Harap ada nurani yang tumbuh subur untuk mereka bisa tuai kelak.
Beranda Sanggar Pelangi, 2015
Pandai
Orang pandai teramat banyak di negeri ini
Pandai dengan kepandaiannya untuk mengibuli orang yang tak pandai
Demi bisa dapat menguras apa saja dari kehampaan pengetahuan yang tak pandai
Telah lama sudah kejadian ini dipermainkan sampai tak ada yang peduli
Mungkin menunggu saja yang dikibuli itu lekas pandai
Dan tak ikut-ikutan pula mempermainkan orang-orang yang lupa menimba ilmu.
Beranda Sanggar Pelangi, 2015.
Subur yang Hampa
Tak ada yang berani berkata negeri ini tandus tanahnya
Karena katanya biji cabe yang dibuang dari mulut pun bisa cepat tumbuh di tanah ini
Terpikir betapa suburnya negeri ini yang bisa membuat kenyang semua rakyatnya
Tidak lagi harus melihat rakyat berjalan amat jauh hingga ke negeri tandus berpasir
Demi mencari apa yang bisa membuat sejahtera hidupnya
Yang tak lagi terpandang suburnya tanah di negeri ini
Hingga dikira ini hanya sebuah kehampaan.
Beranda Sanggar Pelangi, 2015.
Sinar Lampu di Kota Saja
Sudah lama sinar lampu ada menerangi pekatnya hitam malam
Yang berada di tiap-tiap rumah dan gedung yang mencongkel lubang langit
Terangnya hingga angkasa yang hitam pun ikut kebagian cahaya
Tapi sepertinya sinar lampu itu marak hanya di kota-kota
Dan belum terjamah ke pelosok desa yang sama mintanya
Ingin bisa memandang malam jauh lebih lama ketika melihat matahari bersinar.
Beranda Sanggar Pelangi, 2015.
Menengadah kedua tangan ini setiap malam
Saat tiada suara lagi yang terdengar telinga
Dikala malam dideru hawa yang membekukan niat
Tergerak hati ingin mengadu pada Yang Kuasa
Menyampaiakan segenap maksud yang tak sanggup dikabulkan makhluk
Dengan rintih suara yang gemetar
Air mata pun perlahan jatuh menghempas bumi
Untuk meminta pada Nya
: Damaikanlah hati kami dari segala murka amarah.
Beranda Sanggar Pelangi, 2016.
Dimana Air itu?
Tak lagi ada air ludah yang bisa ditelan
Kala haus sudah mengeringkan kerongkongan dan mulut
Yang lelah berjalan dengan membawa kendi kosong
Menacari air yang telah lama hilang dari sumur
Terpaksa puluhan kilometer dilalui dengan rasa harap
Harap menanti akan menemukan air bersih
Yang bisa dibawa pulang untuk keluarga.
Beranda Sanggar Pelangi, 2016.
Linangan
Berlinang air mata itu dari mereka yang letih dengan kesengsaraan
Yang setiap hari tetap terus bekerja sampai tak tahu kapan beristirahat
Letih yang teramat membuat keringat tak henti turun membahasi baju
Dan tak sekalipun jua mereka marah dengan keadaan
Walau air mata itu terus menetes jatuh mencium tanah yang kering
Harap ada nurani yang tumbuh subur untuk mereka bisa tuai kelak.
Beranda Sanggar Pelangi, 2015
Pandai
Orang pandai teramat banyak di negeri ini
Pandai dengan kepandaiannya untuk mengibuli orang yang tak pandai
Demi bisa dapat menguras apa saja dari kehampaan pengetahuan yang tak pandai
Telah lama sudah kejadian ini dipermainkan sampai tak ada yang peduli
Mungkin menunggu saja yang dikibuli itu lekas pandai
Dan tak ikut-ikutan pula mempermainkan orang-orang yang lupa menimba ilmu.
Beranda Sanggar Pelangi, 2015.
Subur yang Hampa
Tak ada yang berani berkata negeri ini tandus tanahnya
Karena katanya biji cabe yang dibuang dari mulut pun bisa cepat tumbuh di tanah ini
Terpikir betapa suburnya negeri ini yang bisa membuat kenyang semua rakyatnya
Tidak lagi harus melihat rakyat berjalan amat jauh hingga ke negeri tandus berpasir
Demi mencari apa yang bisa membuat sejahtera hidupnya
Yang tak lagi terpandang suburnya tanah di negeri ini
Hingga dikira ini hanya sebuah kehampaan.
Beranda Sanggar Pelangi, 2015.
Sinar Lampu di Kota Saja
Sudah lama sinar lampu ada menerangi pekatnya hitam malam
Yang berada di tiap-tiap rumah dan gedung yang mencongkel lubang langit
Terangnya hingga angkasa yang hitam pun ikut kebagian cahaya
Tapi sepertinya sinar lampu itu marak hanya di kota-kota
Dan belum terjamah ke pelosok desa yang sama mintanya
Ingin bisa memandang malam jauh lebih lama ketika melihat matahari bersinar.
Beranda Sanggar Pelangi, 2015.
0 komentar:
Post a Comment