Menanti Pagi
Mata tak bisa menutup rapat
Kala malam sudat teramat larut dengan tanpa apapun yang ada dilangit
Disuguhi dengan hujan yang menari rapi sampai menderukan suara
Membuat tubuh sangat menggigil dimakan dingin yang tak terperi lagi
Sambil duduk beralaskan kardus yang dikutip dari tempat sampah
Duduk dengan memeluk diri sendiri mengunggu hujan ini reda
Dan meminta agar pagi bisa segera kembali lagi.
Beranda Sanggar Pelangi, 2016.
Cabai Busuk
Sudah begitu memperihatinkankah kondisi ekonomi rakyat kita
Saat cabai yang merah merona tak lagi bisa terbeli
Dengan pundi-pundi rupiah yang dikumpulkan dari sana sini
Harga yang melangit mmbuat pedasnya cabai menusuk hulu hati
Tak lagi bisa lidah ini mampu mengecapkan pedasnya dengan benar
Akhirnya cabai yang sudah menghitam pun diburu
Hanya sekedar agar pedasnya cabai itu tak hilang
Dari kebiasaan lidah yang mencintainya.
Beranda Sanggar Pelangi, 2016.
Gerimis
Dari jendela kaca ini bisa dipandang
Langit yang keruh dengan awan hitam mengelilinginya
Disertai rintik hujan yang tak begitu deras menyapa jendela
Dengan sapaan biasa tanpa senyum atau tawa
Membuat gelapnya daratan seperti sangat hampa
Entahlah, setidaknya berharap saja pada matahari
Agar segera muncul kembali memancarkan sinarnya
Sehingga gerimis itu berganti dengan pelangi.
Beranda Sanggar Pelangi, 2016.
Menanti Senja
Saat matahari hendak tidur dari akttvitas panjangnya
Disitulah banyak yang mengantarkannya tidur
Menemaninya dengan berdiri di tepian dermaga yang berair asin
Sambil memandang luasnya air yang menutupi daratan
Demi agar senja segera hadir memancarkan sinar orange
Yang hanya tampak sekejap saja
Sebelum wujudnya hilang ditelan malam yang gulita.
Beranda Sanggar Pelangi, 2016.
Batas Kata
Cukuplah sudah perdebatan panjang ini
Ada puluhan ribu kata telah diucapkan tanpa arah yang jelas
Tanpa memberikan satu kesimpulan dalam kesepakatan
Mungkin rehatlah waktu yang ada sekarang
Untuk memilah kata yang tepat
Menemukan satu kepastian untuk yang sedang dibicarakan.
Beranda Sanggar Pelangi, 2016.
Angin Yang Berhembus
Angin berhembus menepuk pundak yang tegang
Sengaja dalam sapaannya itu ingin menenangkan kalut di hati
Yang dikeringkannya pula keringat mengucur deras dari pundak
Agar tubuh tidak berubah jadi patung yang tak mampu mengucap apapun
Supaya mulut ini sedikit berani berkata sepatah saja
Dalam obrolan yang dialami oleh dua pasang manusia
Yang sama-sama mati akan katanya.
Beranda Sanggar Pelangi, 2016.
Mata tak bisa menutup rapat
Kala malam sudat teramat larut dengan tanpa apapun yang ada dilangit
Disuguhi dengan hujan yang menari rapi sampai menderukan suara
Membuat tubuh sangat menggigil dimakan dingin yang tak terperi lagi
Sambil duduk beralaskan kardus yang dikutip dari tempat sampah
Duduk dengan memeluk diri sendiri mengunggu hujan ini reda
Dan meminta agar pagi bisa segera kembali lagi.
Beranda Sanggar Pelangi, 2016.
Cabai Busuk
Sudah begitu memperihatinkankah kondisi ekonomi rakyat kita
Saat cabai yang merah merona tak lagi bisa terbeli
Dengan pundi-pundi rupiah yang dikumpulkan dari sana sini
Harga yang melangit mmbuat pedasnya cabai menusuk hulu hati
Tak lagi bisa lidah ini mampu mengecapkan pedasnya dengan benar
Akhirnya cabai yang sudah menghitam pun diburu
Hanya sekedar agar pedasnya cabai itu tak hilang
Dari kebiasaan lidah yang mencintainya.
Beranda Sanggar Pelangi, 2016.
Gerimis
Dari jendela kaca ini bisa dipandang
Langit yang keruh dengan awan hitam mengelilinginya
Disertai rintik hujan yang tak begitu deras menyapa jendela
Dengan sapaan biasa tanpa senyum atau tawa
Membuat gelapnya daratan seperti sangat hampa
Entahlah, setidaknya berharap saja pada matahari
Agar segera muncul kembali memancarkan sinarnya
Sehingga gerimis itu berganti dengan pelangi.
Beranda Sanggar Pelangi, 2016.
Menanti Senja
Saat matahari hendak tidur dari akttvitas panjangnya
Disitulah banyak yang mengantarkannya tidur
Menemaninya dengan berdiri di tepian dermaga yang berair asin
Sambil memandang luasnya air yang menutupi daratan
Demi agar senja segera hadir memancarkan sinar orange
Yang hanya tampak sekejap saja
Sebelum wujudnya hilang ditelan malam yang gulita.
Beranda Sanggar Pelangi, 2016.
Batas Kata
Cukuplah sudah perdebatan panjang ini
Ada puluhan ribu kata telah diucapkan tanpa arah yang jelas
Tanpa memberikan satu kesimpulan dalam kesepakatan
Mungkin rehatlah waktu yang ada sekarang
Untuk memilah kata yang tepat
Menemukan satu kepastian untuk yang sedang dibicarakan.
Beranda Sanggar Pelangi, 2016.
Angin Yang Berhembus
Angin berhembus menepuk pundak yang tegang
Sengaja dalam sapaannya itu ingin menenangkan kalut di hati
Yang dikeringkannya pula keringat mengucur deras dari pundak
Agar tubuh tidak berubah jadi patung yang tak mampu mengucap apapun
Supaya mulut ini sedikit berani berkata sepatah saja
Dalam obrolan yang dialami oleh dua pasang manusia
Yang sama-sama mati akan katanya.
Beranda Sanggar Pelangi, 2016.
0 komentar:
Post a Comment