Melamun
Agaknya negeri ini sedang dilanda keriuhan
Seperti terpaan angin yang mengamburkan apa yang dijamahnya
Yang saat ketika nafsu memundaki kepala yang tertawa bahagia
Lupa dengan seribu kata yang dahulu bisa menidurkan kebingungan
Hingga sewaktu masa yang dijalani telah perlahan berlalu
Beribu rimah harta yang bisa ditumpuk seperti gunung emas
Sampai yang jelata-jelata tetap hanya bisa memandang dalam bingungnya
Dengan semua lamunannya yang masih mengiangi telinganya.
Beranda Sanggar Pelangi, 2015
Daun yang Gugur
Pohon yang sudah teramat tua
Hidup mengabdi meneduhkan bagi yang menyandarinya
Tiada pernah pamrih yang dimintanya dari perbuatan tulusnya
Hingga membuatnya terus didatangi oleh makhluk-makhluk yang kelelahan
Sampai pada suatu masa daunnya sudah mulai gugur satu demi satu
Membuat rasa sedih dalam kalbunya yang mengisyaratkan dengan kata
: “sampai disini aku bisa mengabdi”.
Beranda Sanggar Pelangi, 2015
Serba Palsu
Tulus sudah begitu langka terdengar saat ini di mana pun
Semuanya sudah berubah menjadi tabu dan dibumbui kepentingan
Hingga bermetafora menjadi kebohongan yang semu
Palsu sebutlah demikian tidak hanya menghengkam warna politik
Tapi sudah masuk menjalar keberbagai sendi hidup rakyat
Dengan kesan harga murah dan kualitas seadanya
Dan kepalsuan itu kini telah ada dalam suapan nasi masyarakat.
Beranda Sanggar Pelangi, 2015.
Rasa Rindu
Hujan yang deras turun ikut menghipnotis kalbu
Turut membahasi jiwa yang sedang bimbang
Yang butuh kata-kata untuk memompa jantung kembali berdetak
Dalam denyutan akan teringat buayan kasih sayang yang sendu
Dari tangan-tangan yang berwajah riang kala bertemu
Dan dalam kesendirian ini rindu itu bersemai bersama hujan yang turun.
Beranda Sanggar Pelangi, 2015.
Menampung Janji
Janji terucap dari yang sedang punya kepentingan
Yang mengucapkan jutaan kata penuh dengan kebahagiaan
Mampu memantik suara tepuk tangan riuh dari yang mendengarkan
Disampaikan dengan nada yang berani menantang bisingnya suara kendaraan
Tak habis-habis nya janji itu diucapkan
Sampai yang mendengarkan diminta untuk menampungnya
Hingga bingung harus meletakkannya dimana lagi.
Beranda Sanggar Pelangi, 2016.
Diam Sendiri
Banyak sekali suara yang terdengar
Seperti bunyi sayap lebah yang sedang mengerubungi sarangnya
Bising tak terkira lagi sampai telingapun tak mengerti membacanya
Begitu terus tanpa peduli dengan yang disekitarnya
Hingga yang tak tahan pergi menjauh dari bisingnya suara itu
Menyendiri sejenak sambil terdiam memandang mereka semua
Yang bising itu.
Beranda Sanggar Pelangi, 2016.
Galian Parit
Banjir sudah seperti tamu yang selalu diundang
Kala hujan datang dengan lebat yang mengguyur kota ini
Melenyapkan rupa parit yang menyatu dengan hitamnya jalan
Kini melihat banjir seperti tamu yang tak tahu diri
Ingin mengusirnya pergi dengan menggali parit
Dengan mengajaknya hilang ke dalaman parit
Dan membawa jauh sepanjang parit itu ada.
Beranda Sanggar Pelangi, 2016.
Agaknya negeri ini sedang dilanda keriuhan
Seperti terpaan angin yang mengamburkan apa yang dijamahnya
Yang saat ketika nafsu memundaki kepala yang tertawa bahagia
Lupa dengan seribu kata yang dahulu bisa menidurkan kebingungan
Hingga sewaktu masa yang dijalani telah perlahan berlalu
Beribu rimah harta yang bisa ditumpuk seperti gunung emas
Sampai yang jelata-jelata tetap hanya bisa memandang dalam bingungnya
Dengan semua lamunannya yang masih mengiangi telinganya.
Beranda Sanggar Pelangi, 2015
Daun yang Gugur
Pohon yang sudah teramat tua
Hidup mengabdi meneduhkan bagi yang menyandarinya
Tiada pernah pamrih yang dimintanya dari perbuatan tulusnya
Hingga membuatnya terus didatangi oleh makhluk-makhluk yang kelelahan
Sampai pada suatu masa daunnya sudah mulai gugur satu demi satu
Membuat rasa sedih dalam kalbunya yang mengisyaratkan dengan kata
: “sampai disini aku bisa mengabdi”.
Beranda Sanggar Pelangi, 2015
Serba Palsu
Tulus sudah begitu langka terdengar saat ini di mana pun
Semuanya sudah berubah menjadi tabu dan dibumbui kepentingan
Hingga bermetafora menjadi kebohongan yang semu
Palsu sebutlah demikian tidak hanya menghengkam warna politik
Tapi sudah masuk menjalar keberbagai sendi hidup rakyat
Dengan kesan harga murah dan kualitas seadanya
Dan kepalsuan itu kini telah ada dalam suapan nasi masyarakat.
Beranda Sanggar Pelangi, 2015.
Rasa Rindu
Hujan yang deras turun ikut menghipnotis kalbu
Turut membahasi jiwa yang sedang bimbang
Yang butuh kata-kata untuk memompa jantung kembali berdetak
Dalam denyutan akan teringat buayan kasih sayang yang sendu
Dari tangan-tangan yang berwajah riang kala bertemu
Dan dalam kesendirian ini rindu itu bersemai bersama hujan yang turun.
Beranda Sanggar Pelangi, 2015.
Menampung Janji
Janji terucap dari yang sedang punya kepentingan
Yang mengucapkan jutaan kata penuh dengan kebahagiaan
Mampu memantik suara tepuk tangan riuh dari yang mendengarkan
Disampaikan dengan nada yang berani menantang bisingnya suara kendaraan
Tak habis-habis nya janji itu diucapkan
Sampai yang mendengarkan diminta untuk menampungnya
Hingga bingung harus meletakkannya dimana lagi.
Beranda Sanggar Pelangi, 2016.
Diam Sendiri
Banyak sekali suara yang terdengar
Seperti bunyi sayap lebah yang sedang mengerubungi sarangnya
Bising tak terkira lagi sampai telingapun tak mengerti membacanya
Begitu terus tanpa peduli dengan yang disekitarnya
Hingga yang tak tahan pergi menjauh dari bisingnya suara itu
Menyendiri sejenak sambil terdiam memandang mereka semua
Yang bising itu.
Beranda Sanggar Pelangi, 2016.
Galian Parit
Banjir sudah seperti tamu yang selalu diundang
Kala hujan datang dengan lebat yang mengguyur kota ini
Melenyapkan rupa parit yang menyatu dengan hitamnya jalan
Kini melihat banjir seperti tamu yang tak tahu diri
Ingin mengusirnya pergi dengan menggali parit
Dengan mengajaknya hilang ke dalaman parit
Dan membawa jauh sepanjang parit itu ada.
Beranda Sanggar Pelangi, 2016.
0 komentar:
Post a Comment