Di Jalan Raya
Di jalan raya banyak ditemui kendaraan yang melaju kencang
Kencang bagaikan jalanan itu seperti tidak ada yang memakainya
Selain kendaraan adapula orang-orang yang lalu lalang sambil mengetok kaca mobil
Dengan membawa bingkisan dalam ragam bentuk untuk dijajakan
Berharap bahwa di jalan raya ini akan membawa berkah melimpah
Sambil mengetok kaca mobil dan truk mereka bersuara
Demi sesuap nasi mengisi perut yang sudah sering lapar.
Beranda Sanggar Pelangi, 2015.
Hanya Ingin Dianggap
Tak banyak yang diminta oleh rakyat jelata pada penguasanya
Hanya ingin mereka dianggap sebagai manusia yang butuh diayomi
Mengayomi dalam lapar yang selalu menakuti dibanding rasa kenyang
Dan juga untuk rumah, pendidikan, dan sosial yang ingin diangat
Dalam sebuah kata pada mengayomi mereka selalu meminta
Agar penguasanya lekas bangun dari mimpi yang melupakan rakyat.
Beranda Sanggar Pelangi, 2015.
Di Sela Senja
Senja mengintip dalam balik celah-celah jendela kaca
Pada seorang pria yang lagi sibuk berdiam ucapan
Tangannya yang tak lagi diam mengucap kata-kata puitis
Menulis tentang kehidupan orang-orang yang pernah ia lihat
Sesekali wajahnya coba tersenyum dengan bibir yang disunggingkannya
Sewaktu dalam rona wajah yang agak lama juga tampak kesedihan yang dirautkan wajahnya
Tak ada yang pasti tahu apa yang sebenarnya pria itu tuliskan dalam imajinya
Sehingga senja yang hampir lenyap pun masih saja betah mengintipnya
Dibalik jendela dengan rasa yang bertanya-tanya.
Beranda Sanggar Pelangi, Agustus 2015.
Melamun
Diam yang kulihat dari orang tua itu
Di depan rumahnya dengan teras batu yang sudah tampak tua juga
Ia duduk bersandar di sebuah bangku sambil memegang buku kecil yang tampak kusam
Ia tak berucap apa kecuali hanya mata yang berkata dengan memandang langit biru
Sekejap waktu yang tak lama wajahnya ditundukkan melihat tangannya yang memegang buku kecil
Raut wajahnya pun mulai berubah agak tersenyum dan itu tak lama setelah mukanya ditengadahkannya lagi ke langit biru
Sampai aku pergi meninggalkan lelaki tua yang aneh itu tetap seperti itu yang diperbuatnya
Dan ketika aku pun kembali dengan melewatinya tetap saja tingkahnya tak ingin beranjak dari kursi yang ada sandarannya itu.
Kalau aku boleh menduga dalam hati hanya berucap bahwa begitu beratnya yang dijalaninya sampai-sampai ia sering melamun.
Beranda Sanggar Pelangi, Agustus 2015.
Kekeringan yang Menerpa Makhluk
Hujan... hujan... hujan
Doa yang paling sering dilantunkan bagi semua makhluk
Entah itu manusia, entah itu tumbuhan, entah itu pula binatang
Semua bermohon pada Tuhan agar lekas hujan diturunkan
Doa yang dihutarakan itu tercermin dari musim kemarau yang tak masih ingin pergi
Terus setiap hari memanasi tanah-tanah subur, tumbuhan yang hijau , dan binatang yang gemuk
Menjadi tanah yang gersang, tumbuhan yang layu, dan binatang yang kurus berbalut kulit saja.
Manusia-manusia pun menjadi kesulitan untuk memanen ladangnya karena sudah habis termakan kekeringan
Dan air-air untuk minum juga ikut menguap menjadi butir-butir awan yang entah kapan berubah jadi hujan kembali.
Doa dan usaha yang tak pernah putus dipesankan pada langit nan tinggi
Supaya tanah mereka dapat kembali subur tidak hanya untuk satu hari tetapi untuk sebulan, semusim, setahun, dan kalau boleh selamanya.
Beranda Sanggar Pelangi, Agustus 2015.
Bukan si Peminta-minta
Lapar selalu bernyanyi dalam perutnya yang tidaklah gemuk
Ia bekerja dalam bentuk apa saja yang bisa dilakukannya
Untuk mendapatkan satu dua uang recehan buat mengganjal lapar di perutnya
Dalam sinar matahari dan beningnya bulan bercahaya tak pernah terpikir ia untuk istirahat
Walaupun badannya sudah tak sanggup lagi untuk bekerja keras
Ia pun istirahat walau hanya sebentar dan kembali bangun saat matahari hendak terbit
Untuk mengais rezeki dari tangannya yang masih bisa bekerja
Dan tak pernah terpikir dibenaknya untuk mengadu pada orang-orang yang punya uang
Karena ia bukan peminta-minta pada manusia dan hanya meminta pada Tuhan yang selalu melihatnya berusaha keras.
Beranda Sanggar Pelangi, Agustus 2015.
Di jalan raya banyak ditemui kendaraan yang melaju kencang
Kencang bagaikan jalanan itu seperti tidak ada yang memakainya
Selain kendaraan adapula orang-orang yang lalu lalang sambil mengetok kaca mobil
Dengan membawa bingkisan dalam ragam bentuk untuk dijajakan
Berharap bahwa di jalan raya ini akan membawa berkah melimpah
Sambil mengetok kaca mobil dan truk mereka bersuara
Demi sesuap nasi mengisi perut yang sudah sering lapar.
Beranda Sanggar Pelangi, 2015.
Hanya Ingin Dianggap
Tak banyak yang diminta oleh rakyat jelata pada penguasanya
Hanya ingin mereka dianggap sebagai manusia yang butuh diayomi
Mengayomi dalam lapar yang selalu menakuti dibanding rasa kenyang
Dan juga untuk rumah, pendidikan, dan sosial yang ingin diangat
Dalam sebuah kata pada mengayomi mereka selalu meminta
Agar penguasanya lekas bangun dari mimpi yang melupakan rakyat.
Beranda Sanggar Pelangi, 2015.
Di Sela Senja
Senja mengintip dalam balik celah-celah jendela kaca
Pada seorang pria yang lagi sibuk berdiam ucapan
Tangannya yang tak lagi diam mengucap kata-kata puitis
Menulis tentang kehidupan orang-orang yang pernah ia lihat
Sesekali wajahnya coba tersenyum dengan bibir yang disunggingkannya
Sewaktu dalam rona wajah yang agak lama juga tampak kesedihan yang dirautkan wajahnya
Tak ada yang pasti tahu apa yang sebenarnya pria itu tuliskan dalam imajinya
Sehingga senja yang hampir lenyap pun masih saja betah mengintipnya
Dibalik jendela dengan rasa yang bertanya-tanya.
Beranda Sanggar Pelangi, Agustus 2015.
Melamun
Diam yang kulihat dari orang tua itu
Di depan rumahnya dengan teras batu yang sudah tampak tua juga
Ia duduk bersandar di sebuah bangku sambil memegang buku kecil yang tampak kusam
Ia tak berucap apa kecuali hanya mata yang berkata dengan memandang langit biru
Sekejap waktu yang tak lama wajahnya ditundukkan melihat tangannya yang memegang buku kecil
Raut wajahnya pun mulai berubah agak tersenyum dan itu tak lama setelah mukanya ditengadahkannya lagi ke langit biru
Sampai aku pergi meninggalkan lelaki tua yang aneh itu tetap seperti itu yang diperbuatnya
Dan ketika aku pun kembali dengan melewatinya tetap saja tingkahnya tak ingin beranjak dari kursi yang ada sandarannya itu.
Kalau aku boleh menduga dalam hati hanya berucap bahwa begitu beratnya yang dijalaninya sampai-sampai ia sering melamun.
Beranda Sanggar Pelangi, Agustus 2015.
Kekeringan yang Menerpa Makhluk
Hujan... hujan... hujan
Doa yang paling sering dilantunkan bagi semua makhluk
Entah itu manusia, entah itu tumbuhan, entah itu pula binatang
Semua bermohon pada Tuhan agar lekas hujan diturunkan
Doa yang dihutarakan itu tercermin dari musim kemarau yang tak masih ingin pergi
Terus setiap hari memanasi tanah-tanah subur, tumbuhan yang hijau , dan binatang yang gemuk
Menjadi tanah yang gersang, tumbuhan yang layu, dan binatang yang kurus berbalut kulit saja.
Manusia-manusia pun menjadi kesulitan untuk memanen ladangnya karena sudah habis termakan kekeringan
Dan air-air untuk minum juga ikut menguap menjadi butir-butir awan yang entah kapan berubah jadi hujan kembali.
Doa dan usaha yang tak pernah putus dipesankan pada langit nan tinggi
Supaya tanah mereka dapat kembali subur tidak hanya untuk satu hari tetapi untuk sebulan, semusim, setahun, dan kalau boleh selamanya.
Beranda Sanggar Pelangi, Agustus 2015.
Bukan si Peminta-minta
Lapar selalu bernyanyi dalam perutnya yang tidaklah gemuk
Ia bekerja dalam bentuk apa saja yang bisa dilakukannya
Untuk mendapatkan satu dua uang recehan buat mengganjal lapar di perutnya
Dalam sinar matahari dan beningnya bulan bercahaya tak pernah terpikir ia untuk istirahat
Walaupun badannya sudah tak sanggup lagi untuk bekerja keras
Ia pun istirahat walau hanya sebentar dan kembali bangun saat matahari hendak terbit
Untuk mengais rezeki dari tangannya yang masih bisa bekerja
Dan tak pernah terpikir dibenaknya untuk mengadu pada orang-orang yang punya uang
Karena ia bukan peminta-minta pada manusia dan hanya meminta pada Tuhan yang selalu melihatnya berusaha keras.
Beranda Sanggar Pelangi, Agustus 2015.
0 komentar:
Post a Comment